Kamis 30 Aug 2018 15:25 WIB

Brasil Kewalahan dengan Arus Pengungsi Venezuela

Warga harus merogoh kocek 2,5 juta bolivar untuk secangkir kopi.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Teguh Firmansyah
Warga Venezuela menunggu pemeriksaan petugas migrasi setelah tiba di Huaquillas, Ekuador, yang berbatasan dengan Peru pada Jumat (24/8) waktu setempat. Ribuan orang telah menyeberang ke Peru beberapa jam sebelum pihak berwenang mulai menegakkan aturan baru.
Foto: AP Photo/Martin Mejia
Warga Venezuela menunggu pemeriksaan petugas migrasi setelah tiba di Huaquillas, Ekuador, yang berbatasan dengan Peru pada Jumat (24/8) waktu setempat. Ribuan orang telah menyeberang ke Peru beberapa jam sebelum pihak berwenang mulai menegakkan aturan baru.

REPUBLIKA.CO.ID, BRASILIA -- Pemerintah Brasil berencana untuk membatas arus masuk pengungsi asal Venezuela yang masuk melalui pintu perbatasan utara negara. Pemeritnah mengatakan, pembatasan itu perlu dilakukan menyusul laporan otoritas setempat akan membludaknya pengungsi Venezuela di negara bagian Roraima.

Eksodus yang dilakukan warga Venezuela terjadi akibat hiperinflasi yang melanda negara tersebut. Presiden Brasil Michel Temer mengatakan, otoritas Roraima telah memberikan akses masuk kepada sekitar 700 hingga 800 pengungsi Venezuela setiap harinya hingga mereka kewalahan terkait hal tersebut.

"Salah satu pilihan yang tengah dipertimbangkan adalah membatas jumlah orang yang masuk setiap harinya sekitar 100 hingga 200 orang," kata Presiden Temer seperti diwartakan Aljazirah, Kamis (30/8).

Baca juga, Krisis Venezuela, Presiden Brasil Salahkan Maduro.

Presiden Temer sebelumnya juga telah memberlakukan dekrit terkait penegakan hukum dan peraturan di Roraima. Hal itu dilanjutkan dengan pengiriman personel militer bersenjata ke kawasan perbatasan tersebut. Keputusan ini berlaku hingga 12 September mendatang.

Michel Temer mengatakan, krisis yang melanda Venezuela mengancam perdamaian di senatero Amerika Selatan. Kebijakan pengiriman personel militer itu juga dilakukan menyusul pecahnya konflik antara warga lokal dan pengungsi Venezuela beberapa waktu lalu.

Dalam satu tahun belakangan, pemerintah Brasil mengaku telah menampung sekitar 70 ribu pengungsi Venezuela. Mereka kebanyakan bertempat tinggal di Roraima. Di sana tensi antara migran dan warga lokal terus meningkat dalam beberapa pekan terakhir.

Direktur amnesti internasional Erika Guevara-Rosas meminta Presiden Temer untuk melindungi hak asasi manusia para pengunsi dan warga negara Brasil. Dia mnegatakan, pengungsi bukanlah sebuah ancaman bagi keamanan negara.

"Militerisasi untuk mengatasi tantangan dalam menerima sebuah komunitas hanya akan meningkatkan sikap xenofobik. Brasil memiliki tanggung jawab internasional untuk melindungi hak-hak warganya dan pengungsi," kata Guevara-Rosas.

Langkah serupa telah lebih dulu diberlakukan pemerintah Peru dan Ekuador. Kedua negara itu juga telah membatasi akses masuk kepada para pengungsi Venezuela yang mengantri di perbatasan. Peru dan Ekuador hanya akan memberikan akses masuk kepada pengungsi yang telah memiliki paspor.

Namun, peraturan itu akan mengecualikan orang tua yang tiba dengan anak-anak mereka dan ingin bergabung dengan anggota keluarga yang lain. Peraturan baru itu juga tidak akan menyentuh wanita hamil dan warga yang mengalami sakit parah.

Sementara, eksodus warga Venezuela terjadi menyusul hiperinflasi yang terjadi di negara tersebut. Warga terpaksa meninggalkan negara mereka dan mencari suaka ke negara semisal Peru, Kolombia, Argentina, Cile, Brazil hingga Amerika Serikat (AS) dan Spanyol.

Hiperinflasi yang terjadi menjerumuskan nilai tukar mata uang lokal, bolivar terhadap dolar. Tingkat inflasi negara rata-rata mencapai 83 ribu persen hingga Juli lalu. Bahkan Dana Moneter Internasional (IMF) memprediksi angka itu akan terus meningkat mencapai 1 juta persen pada akhir tahun nanti.

Saat ini satu dolar AS senilai dengan 248.520 bolivar. Kondisi itu membuat warga harus mengeluarkan uang sebesar 2,5 juta bolivar untuk secangkir kopi dan 14,6 juta bolivar untuk seekor ayam.

Tingginya harga barang itu membuat warga turun ke jalan meneriakan aspirasi mereka. Sebanyak 2,3 juta warga Venezuela dari total 34,2 juta warga telah meninggalkan negara itu sejak 2014 lalu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement