Jumat 31 Aug 2018 18:08 WIB

Iran Siagakan Rudal di Irak

Penempatan itu dilakukan untuk mencegah serangan ke kepentingan Teheran di Timteng.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Teguh Firmansyah
Pemerintah Rusia menjual rudal S-300 ke Iran.
Foto: Reuters
Pemerintah Rusia menjual rudal S-300 ke Iran.

REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Pemerintah Iran memindahkan rudal balistik ke Irak sambil membangun kapasitas yang lebih besar lagi di negara tersebut. Hal itu dilakukan untuk mencegah serangan terhadap kepentingan Teheran di Timur Tengah.

Pengiriman rudal ke Irak itu didapatkan atas pengakuan tiga orang pejabat Iran, dua sumber intelejen Irak dan dua sumber intelejen negara barat kepada Reuters. Mereka mengatakan, Iran telah mengirimkan rudal balistik jarak pendek ke Iran dalam beberapa bulan terakhir.

"Logikanya adalah untuk memiliki rencana cadangan jika Iran diserang," kata salah seorang pejabat senior Iran.

Dia mengungkapkan, jumlah rudal yang dikirimkan ke Irak memang tidak banyak. Iran hanya membawa masuk beberapa belasan rudal ke Irak. Namun, dia mengungkapkan, angka itu bisa saja ditingkatkan tergantung kebutuhan.

Baca juga, AS Kembali Jatuhkan Sanksi ke Iran.

Iran sebelumnya mengatakan, aktivitas rudal balistik mereka semata-mata dilakukan murni karena kebutuhan pertahanan. Namun, pejabat negara lainnya enggan memberikan komentar lebih lanjut terkait langkah pemindahan rudal ke Irak. Militer dan Pemerintah Irak juga menolak memberikan keterangan.

Sumber asal Iran dan Irak itu mengatakan, keputusan untuk mengirim puluhan rudal itu sebenarnya telah dibuat 18 bulan lalu sembari menggunakan milisi untuk memproduksi rudal di Irak.

Namun, kegiatan telah meningkat dalam beberapa bulan terakhir, termasuk dengan kedatangan sistem peluncur rudal. "Kami memiliki pangkalan seperti itu dibeberapa tempat dan Irak salah satunya. Jika Amerika menyerang kami, rekan kami akan menyerang kepentingan AS dan sekutunya di kawasan," kata seorang komandan militer Garda Revolusioner Iran (IRGC).

Meski demikian, langkah pemindahan rudal balistik ini berpotensi meningkatkan tensi antara Iran dan Amerika Serikat (AS). Kedua negara telah berseteru semenjak Presiden AS Donald Trump keluar dari pakta nuklir 2015 atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).

Keluarnya AS sekaligus menempatkan Iran kembali ke dalam sanksi ekonomi internasional. Pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei sebelumnya mengatakan, Iran bisa saja keluar dari JCPOA. Dia mengaku ragu Eropa dapat menyelamatkan pakta nuklir tersebut.

"Kesepakatan nuklir adalah sarana, bukan tujuan dan jika kita sampai pada kesimpulan ini bahwa itu tidak sesuai dengan kepentingan nasional, kita bisa meninggalkannya," kata Ayatollah Ali Khamenei.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement