Sabtu 01 Sep 2018 08:40 WIB

Erdogan Ungkap Turki Segera Terima Sistem Rudal S-400 Rusia

Turki membutuhkan sistem pertahanan anti-serangan udara S-400 Rusia.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan
Foto: Presidential Press Service via AP
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan

REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan, negaranya segera menerima sistem pertahanan anti-serangan udara tercanggih Rusia, S-400, sesuai dengan kesepakatan kedua negara. Ia menegaskan, Turki tidak menyesali keputusan itu, saat berbicara dalam satu acara di Provinsi Balikesir seperti dilaporkan kantor berita Anadolu, Jumat (31/8).

Ia menjelaskan, Turki membutuhkan sistem pertahanan anti-serangan udara S-400 Rusia itu untuk mengejar kepentingan nasionalnya. Erdogan menyatakan, ini perlu di tengah upaya sejumlah pihak yang mencoba membentuk Turki dan kawasan di sekitarnya agar sesuai dengan agenda mereka.

Baca Juga

Desember lalu, Turki mengumumkan tercapainya kesepakatannya dengan Rusia tentang pembelian dua sistem rudal S-400 hingga awal 2020. April 2018, pemerintah kedua negara menyepakati perihal penyerahan awal sistem rudal tercanggih buatan Moskow itu.

Senat Amerika Serikat keberatan dengan kesepakatan Turki-Rusia tentang sistem rudal S-400. Sistem tersebut bisa merontokkan pesawat tempur lawan dari jarak 400 kilometer dan rudal balistik dari jarak 60 kilometer. S-400 merupakan sistem yang terdiri dari radar multifungsi, sistem pendeteksi mandiri, rudal anti-serangan udara, tabung peluncur, dan kendaraan komando. S-400 mampu menembakkan empat jenis rudal, tergantung target yang dihadapi, untuk memberikan pertahanan berlapis.

Keberatan Senat AS ditunjukkan dengan meloloskan undang-undang berisi pelarangan penjualan jet tempur F-35 kepada Turki, Juni lalu. Ini dilatarbelakangi perihal pembelian S-400 Rusia dan penahanan seorang pastur berkewarganegaraan AS oleh Ankara.

Presiden Erdogan mengatakan militer dan ekonomi negaranya menjadi target AS menyusul penahanan pastur Andrew Craig Brunson yang didakwa Turki terlibat dalam kegiatan mata-mata untuk kepentingan kelompok PKK dan FETO. Di mata Turki dan AS, Partai Buruh Kurdistan (PKK) adalah organisasi teroris namun Ankara dan Washington berbeda pandangan tentang FETO.

Bagi Turki, FETO atau gerakan Fethullah Gulen merupakan organisasi teroris yang berlibat dalam upaya kudeta yang gagal terhadap kepemimpinan Erdogan pada Juli 2016 sedangkan Pemerintah AS justru mengizinkan Fetullah Gulen menetap di negara itu.

Menyusul tahanan rumah yang diberlakukan terhadap Brunson yang didakwa terlibat dalam kasus terorisme di Turki, hubungan Ankara-Washington terganggu terlebih lagi setelah AS menjatuhkan sanksi atas sejumlah produk ekspor penting Turki.

Presiden Erdogan mengatakan, seperti negara-negara lain, Turki juga memiliki hak yang sah untuk memerangi terorisme.

"Memerangi terorisme dipandang sah bagi negara-negara lain namun tidak demikian halnya saat itu terjadi pada Turki. Mereka bertingkah berbeda," kata pemimpin Turki kelahiran Istanbul, 26 Februari 1954, ini.

Presiden Erdogan mengatakan Turki tak pantas menerima serangan teror dari dalam dan luar negeri maupun kemunafikan di panggung dunia dan tak juga pantas mendapat gambaran seolah-olah Turki tengah menghadapi krisis ekonomi.

"Turki senantiasa loyal pada janji-janjinya dalam kesepakatan-kesepakatan internasional. Namun tetap saja kami selalu menghadapi kemunafikan," katanya.

Di tengah kondisi ini, Turki membutuhkan kemitraan dengan bangsa-bangsa lain di samping negara-negara Eropa dan AS.

"Kita tahu betul kegiatan-kegiatan apa yang dilakukan mereka yang suka memaksa kita memiliki hubungan unilateral ini secara rahasia maupun terang-terangan di seluruh dunia. Ketidakstabilan dalam nilai tukar mata uang itu adalah operasi untuk menentang kita."

Namun, penggunaan senjata ekonomi untuk mencapai tujuan yang tengah mereka lakukan melalui organisasi-organisasi teroris maupun para pengkhianat di dalam negeri Turki tidak akan berhasil, kata Erdogan.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement