REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH – Koalisi Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) mengatakan pemboman sebuah bus sekolah di Yaman bulan lalu yang menewaskan 51 orang, 40 di antaranya anak-anak, tidak dapat dibenarkan. Kedua negara mengakui terdapat kesalahan dalam serangan tersebut.
Badan investigasi aliansi militer Saudi-UEA, the Joint Incident Assesment Team (JIAT), telah melakukan penyelidikan terkait serangan udara yang menghantam bus sekolah di Yaman. Peristiwa itu terjadi pada 9 Agustus di Provinsi Saada. Penyelidikan yang dimulai tak lama setelah serangan terjadi berakhir pada Sabtu (1/9).
JIAT menilai, terdapat kesalahan dalam serangan tersebut dan tindakan hukum harus diambil terhadap mereka yang bertanggung jawab. “JIAT berpendapat bahwa pasukan koalisi harus melakukan tindakan hukum untuk menuntut dan menghukum mereka yang bertanggung hawab atas kesalahan, yang menyebabkan kerusakan tambahan di daerah tersebut (Saada),” ungkap penasihat hukum untuk JIAT Mansour Ahmed al-Mansour dalam sebuah konferensi pers di Riyadh, Saudi, pada Sabtu, dikutip laman Aljazirah.
Al-Mansour mengatakan JIAT terdiri dari 15 ahli berkaulifikasi tinggi dari negara-negara koalisi di bidang militer. Di tim itu pun terdapat ahli-ahli dalam bidang hukum humaniter internasional dari universitas sipil serta para ahli yang telah terakreditasi oleh organisasi internasional. Ia mengatakan JIAT dipimpin oleh seseorang di luar angkatan bersenjata.
Ia menjelaskan tim telah melihat setiap insiden terkait operasi militer, kemudian melakukan proses penilaian hukum sesuai dengan sistem hukum humaniter internasional dan Konvensi Jenewa tentang Prosedur Bersenjata. Tim mencatat setiap pelanggaran yang mungkin terjadi selama operasi militer berlangsung, dalam konteks ini di Yaman.
Terkait serangan bus sekolah di Saada, penyelidikan berlangsung selama tiga pekan. “Insiden itu terjadi pada 9 Agustus 2018, dan hari ini kita pada 1 September, yang berarti penyelidikan hanya berlangsung selama tiga pekan. Semua anggota tim bekerja 24 jam sehari, sehingga kami dapat menghasilkan laporan ini untuk opini publik dunia,” kata al-Mansour, dikutip laman Arab News.
“Setelah kami merilis laporan ini, badan-badan yang berkepentingan di pasukan koalisi harus mengambil tindakan hukum dan mengumumkan hasil dari langkah-langkah hukum yang diambil. Pasukan koalisi selalu menyambut baik hasil penyelidikan yang dilakukan oleh tim, dan ini adalah bukti lain dari keseriusan pasukan koalisi dalam menangani semua insiden yang bertanggung jawab atas mereka,” ucap al-Mansour menambahkan.
Kendati demikian, menurutnya, terdapat beberapa insiden serangan di Yaman di mana pasukan koalisi tak bertanggung jawab sepenuhnya. “Kami menyelidiki apakah pasukan koalisi hadir di daerah terkait atau tidak. Apakah mereka memiliki operasi di lokasi yang sama di mana insiden diklaim? Apakah mereka pasukan udara, darat, atau artileri? Jika terbukti pasukan koalisi tidak hadir di wilayah itu, kami mengumumkannya segera,” ujarnya.
Sementara itu, organisasi hak asasi manusia (HAM) internasional, Human Rights Watch (HRW), menilai serangan koalisi Saudi terhadap bus sekolah pada 9 Agustus lalu adalah kejahatan perang yang nyata. “Serangan koalisi yang dipimpin Saudi terhadap sebuah bus yang penuh dengan anak-anak menambah catatan mengerikannya dalam membunuh warga sipil di acara pernikahan, pemakaman, rumah sakit, dan sekolah di Yaman,” kata peniliti HAM senior HRW Bill Van Esveld.
HRW mengaku sempat mewawancarai 14 saksi terkait serangan udara yang menghancurkan bus sekolah di Saada. Menurut keterangan para saksi, serangan itu terjadi sebelum pukul 08:30 waktu setempat. Sebuah bom udara dijatuhkan pasukan koalisi ke pasar di Dhahyan, sebuah kota yang terletak sekitar 20 kilometer dari Saada.
Bom udara itu mendarat hanya beberapa meter dari bus sekolah yang ditumpangi puluhan anak-anak serta beberapa guru. Ketika bom udara dijatuhkan, bus itu tengah diparkir di depan sebuah toko kelontong. Para saksi mengatakan, tidak ada target militer yang kentara di daerah tersebut.
Berdasarkan keterangan yang diperolehnya dari para saksi, HRW mendukung penguatan penyelidikan independen PBB terhadap pelanggaran oleh semua pihak atas konflik bersenjata di Yaman. HRW juga mendesak negara-negara untuk segera menghentikan penjualan senjata dan bom ke Saudi dan sekutunya. “Negara-negara dengan pengetahuan tentang catatan ini, yang memasok lebih banyak bom ke Saudi akan terlibat dalam serangan mematikan di masa depan pada warga sipil,” ujar Bill Van Esveld.
Yaman mulai berkecamuk pada 2014, tepatnya ketika milisi Houthi menguasai sebagian besar wilayah negara tersebut, termasuk ibu kota Sanaa. Konflik kian memanas ketika Arab Saudi dan sekutunya memutuskan menggelar operasi militer di negara tersebut dalam rangka menumpas Houthi. Saudi mengklaim Houthi merupakan kelompok yang melayani kepentingan Iran.
Deraan konflik telah menyebabkan Yaman jatuh dalam krisis kemanusiaan. PBB menggambarkan situasi di negara itu sebagai bencana kemanusiaan terburuk di zaman modern.