REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Rusia mengabaikan peringatan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terkait serangan di Idlib Suriah.
Trump pada Senin (3/9) memperingatkan Presiden Suriah Bashar al-Assad dan sekutunya untuk tidak menyerang secara sembarangan di provinsi Idlib. Ia mengatakan serangan itu akan menewaskan ratusan ribu orang.
Namun menurut Rusia, Idlib merupakan sarang terorisme. Untuk itu serangan perlu dilakukan. "Jika hanya berbicara dengan beberapa peringatan, tanpa memperhitungkan potensi negatif yang sangat berbahaya untuk seluruh situasi di Suriah, mungkin itu bukan pendekatan komprehensif," kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov.
Peskov mengatakan kehadiran militan di Idlib merusak proses perdamaian Suriah. Hal itu membuat wilayah Idlib menjadi basis serangan terhadap pasukan Rusia di Suriah.
"Kelompok teroris yang cukup besar telah menetap di sana dan tentu saja ini mengarah pada destabilisasi situasi secara umum. Ini merongrong upaya untuk membawa situasi ke jalur penyelesaian diplomatik," katanya.
Ia meyakini bahwa angkatan bersenjata Suriah sedang mempersiapkan diri untuk menyelesaikan masalah tersebut. Menurut pemberontak dan monitor perang, Rusia melanjutkan serangan udara terhadap gerilyawan di provinsi Idlib pada Selasa setelah menghentikan penyerangan beberapa pekan.
Sebuah sumber mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa Assad sedang mempersiapkan serangan bertahap untuk merebut kembali provinsi Idlib. Situasi di sekitar Idlib akan menjadi salah satu agenda utama saat para pemimpin Rusia, Iran dan Turki bertemu di Teheran pekan ini.