REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Kementerian Keuangan Amerika Serikat (AS), Kamis (7/9), akan memberlakukan sanksi terhadap pihak-pihak yang memfasilitasi pengiriman minyak ke Suriah. Sanksi akan diberikan kepada empat orang dan lima entitas.
Dalam sebuah pernyataan, Kemenkeu AS mengatakan, sanksi ditujukan kepada Muhammad al-Qatirji dan perusahaan truknya yang diduga memfasilitasi perdagangan bahan bakar Pemerintah Suriah dan militan ISIS.
Qatirji memiliki hubungan dekat dengan pemerintah Presiden Suriah Bashar al-Assad dan telah bekerja secara langsung dengan ISIS untuk menyediakan produk minyak.
Menurut pernyataan itu, perusahaan Qatirji yang berbasis di Suriah juga telah mengirim senjata ke Suriah dari Irak.
Sanksi juga menargetkan jaringan pengadaan bahan bakar yang beroperasi di Suriah, Lebanon dan Uni Emirat Arab (UEA) untuk mengamankan pengiriman ke Suriah.
"Amerika Serikat akan terus menargetkan mereka yang memfasilitasi transaksi dengan rezim Assad dan mendukung ISIS," kata Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin.
Abar Petroleum Service SAL, salah satu entitas yang terlibat dalam jaringan bahan bakar ke berbagai negara, tahun lalu memperantarai pengiriman produk minyak bumi termasuk bensin, dan gas minyak cair ke Suriah senilai lebih dari 30 juta dolar AS.
Komponen lain dari jaringan itu adalah Adnan Al-Ali, Sonex Investments Ltd, Nasco Polymers & Chemicals, dan Fadi Nasser.
"Nasco Polymers yang bermarkas di Lebanon dan Sonex Investments yang berbasis di UAE ditunjuk untuk memfasilitasi pengiriman ke pelabuhan-pelabuhan Suriah dengan melayani sebagai penerima dan mencarter kapal-kapal itu," katanya.
Nasser, ketua Nasco Polymers, telah menerima jutaan dolar untuk mengatur pengiriman ribuan ton bahan bakar ke Suriah. International Pipeline Construction yang berbasis di UAE dikenakan sanksi karena dimiliki atau dikendalikan oleh Hesco Engineering yang memfasilitasi pembayaran yang berasal dari Suriah.
Dengan adanya sanksi ini berarti setiap properti yang dimiliki pihak-pihak tersebut di AS akan diblokir dan orang Amerika dilarang melakukan bisnis dengan mereka.