Jumat 07 Sep 2018 16:35 WIB

Erdogan, Rouhani, dan Putin Bertemu Bahas Nasib Idlib

Suriah akan menggelar serangan besar-besaran ke Idlib.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Teguh Firmansyah
Presiden Turki Tayyip Erdogan (kiri) dan Presiden Iran Hassan Rouhani.
Foto: REUTERS/Umit Bektas
Presiden Turki Tayyip Erdogan (kiri) dan Presiden Iran Hassan Rouhani.

REPUBLIKA.CO.ID, TEGERAN -- Presiden Turki, Iran dan Rusia akan bertemu dalam KTT penting di Teheran pada Jumat (7/9) waktu setempat untuk membahas nasib Provinsi Idlib di Suriah. Pasukan Suriah dibantu Rusia dan milisi Iran direncanakan akan menggelar serangan besar-besaran ke wilayah oposisi itu. Dunia khawatir serangan ke provinsi tersebut dapat menyebabkan bencana kemanusiaan.

"KTT ini merupakan upaya bersama sebagai bagian dari proses kesepakatan Astana, proses penyelesaian politik akan dibahas untuk solusi permanen konflik Suriah," tulis pernyataan yang dikeluarkan oleh Kepresidenan Turki pada Kamis (6/) waktu setempat.

Presiden Iran Hassan Rouhani akan menjadi tuan rumah bagi Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan Presiden Rusia Vladimir Putin dalam KTT di Teheran.  Para pemimpin tersebut juga akan mengadakan pembicaraan bilateral di sela-sela KTT.

Sementara para menteri luar negeri negara masing-masing akan datang bersama secara terpisah menjelang KTT para pemimpin. Pernyataan resmi diharapkan akan dirilis setelah konferensi pers bersama oleh para presiden.

Baca juga, AS Kecam Bom Rusia dan Suriah yang Tewaskan Oposisi.

Pada agenda pembicaraan itu, Idlib diperkirakan akan mendominasi masalah yang akan dibahas. Sebab pemerintah Suriah berupaya merebut kembali daerah kantong yang dikuasai oposisi. Pasukan Suriah menganggap daerah yang ditinggali 3,5 juta warga itu telah menjadi basis para teroris. 

Amerika Serikat (AS) pernah mengatakan ada 10 ribu teroris terkait dengan Alqaidah di Idlib. Turki mengatakan, jika operasi gagal memisahkan para teroris dari warga sipil, hal itu dapat menyebabkan pembantaian sipil dan masuknya pengungsi besar ke perbatasannya.

Menteri Luar Negeri Turki Melvut Cavusoglu mengatakan, jika pertanyaan-nya tentang kehadiran organisasi teroris radikal, maka harus dibangun strategi bersama melawan kelompok-kelompok ini.

Dia menyarankan kerja sama dapat dilakukan untuk penghapusan kelopok radikal. "Tapi ini tidak bisa diselesaikan dengan pemboman tanpa memisahkan [radikal dari warga sipil," kata dia.

Turki menyampaikan kecaman kepada Rusia atas serangan di Idlib Selasa lalu. Melalui Menteri Luar Negeri Turki Melvut Cavusoglu, Turki menilai serangan tersebut ditujukan untuk mengepung Idlib sehingga dapat membawa risiko serius.

"Setelah serangan itu, institusi kami (Turki dan Rusia) saling menghubungi. Kami mengatakan kepada mereka bahwa ini salah," kata Cavusoglu pada konferensi pers dengan Menlu Jerman, Heiko Maas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement