REPUBLIKA.CO.ID, JEDDAH -- Arab Saudi mendesak PBB berkomitmen pada prinsip perdamaian di tengah pecahnya kekerasan di semua tingkatan. Saudi beranggapan kemiskinan menjadi salah satu sumber pecahnya konflik.
Perwakilan dari misi Arab Saudi kepada PBB Khaled Manzlawi menyuarakan tentang budaya perdamaian dengan memerangi kekerasan yang berasal dari kemiskinan, ketidaktahuan, penyakit, dan terorisme. Ia menyontohkan konflik yang nyata, seperti, pendudukan Israel yang terus melanjutkan praktik kekerasan terhadap rakyat Palestina, otoritas Myanmar yang melakukan pembersihan etnis dan kekerasan terhadap Muslim Rohingya.
Kemudian, ada Iran yang mengekspor terorisme dan budaya kekerasan ke Lebanon, Yaman, dan negara-negara lain di dunia. Serta, Assad yang sedang mempraktikkan kekerasan terburuk terhadap rakyat Suriah.
Manzlawi mengatakan, saat ini Kerajaan Arab Saudi (KSA) tengah bekerja untuk mendukung pekerjaan kemanusiaan dan bantuan di berbagai belahan dunia. Sumbangan untuk aksi kemanusiaan selama 30 tahun terakhir, mencapai lebih dari 115 miliar dolar Amerika Serikat (AS).
KSA berusaha mengkonsolidasikan prinsip dialog dan koeksistensi dengan berkontribusi pada pembentukan banyak lembaga regional dan internasional, seperti Pusat Internasional Dialog Antaragama dan Antarbudaya Raja Abdullah bin Abdul Aziz, Pusat Perlawanan Terorisme PBB, Pusat Global untuk Memerangi Ideologi Ekstremis, Pusat king Salman untuk Perdamaian Global dan Pusat Intelektual Peperangan.
Manzlawi mengatakan budaya perdamaian di Arab Saudi didasarkan pada tiga pilar, yakni keadilan, pembangunan, dan perlindungan hak asasi manusia. Ketiga pilar itu tak mudah ditegakkan tanpa adanya martabat manusia dan mengabaikan hak. Terutama hak untuk hidup yang layak dan hak untuk menuntaskan kemiskinan, ketidaktahuan, dan penyakit.