REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW – Pemerintah Rusia meminta Amerika Serikat (AS) mengirimkan bukti tentang persiapan serangan senjata kimia ke Idlib oleh Pemerintah Suriah. AS menyebut pihaknya memiliki banyak bukti yang menunjukkan Suriah mempersiapkan senjata kimia.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova mengatakan, sama seperti AS, negaranya pun memiliki bukti tentang persiapan serangan senjata kimia oleh kelompok teroris yang menguasai Idlib.
“Kami tidak hanya berbicara tentang hal itu, tetapi memberikan bukti faktual. Jika AS memiliki beberapa bukti faktual (tentang persiapan senjata kimia oleh Suriah), yang menimbulkan kekhawatiran, ia dapat mengirimkannya ke kami, misalnya, melalui saluran bilateral,” kata Zakharova pada Jumat (7/9), dikutip laman kantor berita Rusia TASS.
Ia juga mengkritik pernyataan AS yang menyebut Pemerintah Suriah bermaksud merebut Idlib. Zakharova menilai, pernytaan itu tak dapat dibenarkan. “Tidak mungkin untuk merebut apa pun di wilayahnya sendiri. Adalah mungkin untuk melanjutkan operasi antiteroris dan ini adalah tujuan yang Damaskus umumkan,” ujarnya.
Sebelumnya, Pemerintah AS mengatakan terdapat cukup banyak bukti yang menunjukkan Suriah sedang mempersiapkan senjata kimia untuk menyerang Idlib. AS menyatakan akan segera merespons dan bertindak bila serangan senjata kimia itu terjadi.
“Saya sangat yakin bahwa kita memiliki alasan yang sangat, sangat baik untuk membuat peringatan ini (serangan senjata kimia). Ada banyak bukti bahwa senjata kimia sedang dipersiapkan,” kata penasihat khusus Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo untuk urusan Suriah, Jim Jeffrey.
Ia mengatakan, serangan militer oleh Suriah dan sekutunya Rusia ke Idlib akan memicu gelombang pengungsi cukup besar ke Turki tenggara atau daerah di Suriah yang berada di bawah kendali Ankara. Menurutnya Turki telah betul-betul berusaha untuk menghindari serangan yang dilancarkan Pemerintah Suriah.
“Saya pikir bab terakhir dari cerita Idlib belum ditulis. Orang-orang Turki berusaha mencari jalan keluar dan telah menunjukkan banyak perlawanan terhadap serangan,” kata Jeffrey.
Sementara itu terkait Presiden Suriah Bashar al-Assad, Jeffrey mengatakan dia tidak lagi memiliki masa depan sebagai penguasa di Suriah. Kendati demikian, ia menegaskan AS tak memiliki niatan untuk menyingkirkannya dan akan bekerja sama dengan Rusia dalam proses transisi politik.
“Saat ini (Pemerintah Suriah) adalah mayat yang duduk di reruntuhan dengan hanya setengah wilayah Suriah di bawah kendali rezim pada hari yang baik,” ujar Jeffrey.
Idlib merupakan wilayah yang hendak direbut kembali oleh Suriah dengan bantuan sekutunya, yakni Rusia dan Iran. Saat ini Idlib masih dikuasai milisi pemberontak yang menentang pemerintahan Bashar al-Assad. Idlib menjadi satu-satunya wilayah yang masih berada di luar kontrol Pemerintah Suriah.
PBB telah memperingatkan, serangan ke Idlib, yang dihuni 2,9 juta orang, berpotensi menciptakan keadaan darurat kemanusiaan dalam skala yang belum terlihat sebelumnya. Jumlah warga Idlib yang membutuhkan bantuan, yang saat ini sudah cukup tinggi, akan melonjak tajam. Sementara itu, 800 ribu orang diperkirakan dapat mengungsi bila serangan besar-besaran terjadi di sana.