REPUBLIKA.CO.ID, SAN FRANCISCO -- Penelitian Organisasi Pangan Dunia (FAO) menyebut sistem pangan masyarakat adat sangat bernutrisi dan lebih sehat. Oleh karena itu, PBB ingin menghubungkan isu ini pada hak teritorial, sumber daya, hak kultural masyarakat adat.
Pelapor Khusus PBB tentang Hak-hak Masyarakat Adat Victoria Tauli-Corpuz mengatakan halangan untuk menjaga sistem pangan masyarakat adat global adalah adanya ekspansi perkebunan monokultur. Selain itu, kebutuhan memproduksi pangan untuk ekspor dan pembangunan lain yang dilakukan di tanah adat seperti pertambangan atau infrastruktur.
Namun tentu saja, menurut dia, halangan lainnya adalah pemikiran bahwa makanan barat lebih superior dibanding makanan milik masyarakat adat.
"Tentu saja itu salah karena makanan masyarakat adat sangat bernutrisi, diproduksi dengan cara sangat organik," ujarnya di San Francisco, Senin waktu setempat.
Hanya karena sekarang makanan mulai diproduksi dengan cara organik, tiba-tiba sistem pangan dari masyarakat adat menjadi "fashionable". Ia mengatakan ada pula pangan lokal yang mulai diproduksi massal secara monokultur setelah diketahui mengandung nutrisi baik seperti "quinoa" di Peru.
Seketika semua lahan digunakan hanya untuk memproduksi pangan lokal tersebut dengan cara di luar pertimbangan berpikir keanekaragaman. Jadi, menurut dia, ini konsekuensinya, di satu sistem pangan masyarakat adat diakui namun karena kesalahan cara berpikir justru diproduksi dengan cara yang salah.
"Jadi itu dia kesalahan dari sistem pangan kita," ujar dia.
Selain itu, ia mengatakan bagi banyak orang makanan itu kultur. Makanan digunakan untuk prosesi adat khusus, ritual, hingga panen raya.
"Jadi kita melihat makan bukan sekedar apa yang dimakan, tapi berhubungan dengan gaya hidupmu, identitasmu dan kulturmu, proses ritual. Jadi makanan itu bukan hanya soal ekspor pangan saja, untuk komoditas, ini harusnya di apresiasi secara keseluruhan," ujarnya.
Pada dasarnya banyak produksi pangan masyarakat adat itu sangat organik. Mereka sangat berupaya menghindari pupuk kimia dan pestisida. Hal itu juga menjadi cara menekan emisi karena banyak produk pupuk kimia atau pestisida menggunakan bensin.
"Saya rasa banyak masyarakat adat di dunia tetap mempertahankan cara organik. Mereka tahu cara merawat tanah, membuat mikroorganisme dan serangga tetap dijaga sejauh kebutuhan produksi pangan," ujar dia.
"Itu semua sudah menjadi satu paket. Bahwa dengan menggunakan sistem natural untuk memproduksi pangan berarti sudah menekan emisi Gas Rumah Kaca (GRK)," ujarnya menambahkan.
Baca: PBB Minta Operasi Militer di Idlib Suriah Berperikemanusiaan