Rabu 12 Sep 2018 16:16 WIB

Mahkamah Pidana Internasional Didesak Selidiki Israel

As mengancam akan menjatuhkan sanksi kepada ICC bila berani menyelidiki Israel.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Bendera Israel dikibarkan.
Foto: Reuters
Bendera Israel dikibarkan.

REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH – Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) kembali mendesak Mahkamah Pidana Internasional (ICC) melakukan penyelidikan terhadap Israel. Hal itu dilakukan setelah Amerika Serikat (AS) mengancam akan menjatuhkan sanksi kepada ICC bila berani menyelidiki Israel.

Sekretaris Jenderal PLO Saeb Erekat mengatakan dia telah mengajukan pengaduan baru kepada ICC untuk menangani kasus kejahatan perang yang dilakukan Israel, termasuk pembongkaran dan penggusuran sebuah desa Palestina di Tepi Barat yang diduduki. “Keluhan itu menekankan pentingnya mencegah Israel menghancurkan dan secara paksa menggusur penduduk (desa) Khan al-Ahmar,” ujarnya pada Selasa (11/9), dikutip laman Al-Araby.

Pekan lalu, Mahkamah Agung Israel telah menolak petisi yang menentang pembongkaran desa Khan al-Ahmar di Tepi Barat. Keputusan itu berpotensi membuat 170 warga Palestina, 92 di antaranya anak-anak, yang tinggal di desa tersebut kehilangan tempat tinggal dan terlantar.

Selain perihal pembongkaran desa, Erekat juga meminta ICC mempercepat penyelidikan awal terhadap kejahatan perang Israel lainnya, seperti pembantaian sedikitnya 175 warga Palestina di Jalur Gaza yang berdemonstrasi sejak Maret. Mereka tewas karena ditembak oleh penembak jitu Israel. 

Erekat pun mengomentari tentang ancaman yang dilayangkan AS terhadap ICC. Erekat menegaskan hal itu tak akan menyurutkan tekad Palestina untuk mendorong dan mendesak ICC agar menyelidiki Israel. “Kami akan terus pergi ke ICC sekarang, tanpa peduli betapa ekstremnya intimidasi dan pemerasan AS,” katanya.

Sebuah salinan naskah pidato milik penasihat keamanan nasional AS John Bolton yang berhasil dilihat Reuters dan Wall Street Journal telah menjadi bahan pembicaraan. Dalam naskah tersebut, Bolton mengancam ICC bila berani melakukan penyelidikan terhadap negaranya dan Israel.

Bila penyelidikan semacam itu dilakukan, pemerintahan Trump akan mempertimbangkan pelarangan hakim dan jaksa ICC memasuki AS. “Kami tidak akan bekerja sama dengan ICC, kami tidak akan memberikan bantuan kepada ICC, kami tidak akan bergabung dengan ICC. Kami akan membiarkan ICC mati dengan sendirinya. Lagi pula, untuk semua maksud dan tujuan, ICC sudah mati untuk kami,” kata Bolton dalam naskah pidato yang rencananya dibacakan kepada Federalist Society, sebuah kelompok konservatif di Washington.

Saat ini AS telah mengambil beberapa langkah guna menekan dan menyeret kembali Palestina ke meja perundingan damai dengan Israel. Langkah tersebut antara menghentikan pendanaan terhadap Kantor PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) dan menutup kantor PLO di Washington.

Keputusan AS menghentikan pendanaan terhadap UNRWA akan secara langsung mengancam eksistensi lembaga tersebut. Sebab AS merupakan negara penyandang dana terbesar untuk UNRWA, dengan kontribusi rata-rata mencapai 300 juta dolar AS per tahun.

Pada Desember tahun lalu, AS telah mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Langkah itu membuat Palestina menarik diri dari perundingan perdamaian dengan Israel yang dimediasi AS. Palestina menilai AS tak lagi menjadi mediator yang netral karena terbukti membela kepentingan politik Israel.

Baca: Israel Tanggapi Penutupan Kantor Perwakilan Palestina di AS

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement