Kamis 13 Sep 2018 14:14 WIB

Israel Hancurkan Desa Palestina di Tepi Barat

Israel berencana menghancurkan desa dan merekolasi 180 penduduk Palestina.

Rep: Marniati/ Red: Nur Aini
Pasukan Israel (ilustrasi)
Foto: Reuters/Baz Ratner
Pasukan Israel (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, TEPI BARAT -- Pasukan keamanan Israel pada Kamis (13/9) membongkar beberapa pondok yang dibangun oleh para pengunjuk rasa Palestina di dekat Khan al-Ahmar, sebuah desa Badui di Tepi Barat yang diduduki.

Menurut saksi mata, pasukan Israel tiba di desa sebelum matahari terbit. Mereka mulai membongkar pondok yang baru dibangun, tanpa menyentuh perkemahan Badui. Nasib komunitas badui telah menjadi fokus dalam aksi unjuk rasa Palestina dan perhatian internasional.

Badan hubungan militer Israel dengan Palestina, COGAT, mengatakan di Twitter bahwa lima pondok yang dapat dipindah-pindahkan dan diangkut secara ilegal di daerah itu telah dirobohkan. Kelima pondok baru itu dirakit pekan ini oleh para aktivis dari beberapa kelompok hak asasi manusia dan Otoritas Palestina yang didukung Barat untuk mendukung komunitas Badui.

Khan al-Ahmar berada di samping jalan raya Israel yang melewati Tepi Barat dari Yerusalem ke Laut Mati. Rencana Israel untuk menghancurkan desa dan merelokasi 180 penduduknya ke sebuah wilayah sejauh 12 km, telah mengundang kecaman dari Palestina dan beberapa negara Eropa. Relokasi itu akan berdampak bagi kelangsungan kehidupan komunitas badui dan prospek perdamaian.

Palestina mengatakan pembongkaran adalah bagian dari upaya Israel untuk menciptakan permukiman yang secara efektif akan memotong Yerusalem Timur dari Tepi Barat.  Kawasan itu merupakan wilayah yang direbut Israel dalam perang Timur Tengah 1967. Palestina menginginkan Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara merdeka.

Pekan lalu, Mahkamah Agung Israel menolak petisi untuk mencegah langkah itu. MA berpihak pada pihak berwenang yang mengatakan desa itu dibangun tanpa izin. Namun, Palestina mengatakan dokumen yang diharapkan Israel tidak mungkin dapat  diperoleh.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement