Kamis 20 Sep 2018 12:18 WIB

Milisi Hizbullah akan Tetap Bertahan di Suriah

Hizbullah merupakan milisi penting pendukung Presiden Suriah Bashar al-Assad

Rep: Fergi Nadira/ Red: Teguh Firmansyah
Pemimpin kelompok Hizbullah Lebanon, Sayyed Hassan Nasrallah.
Foto: Reuters
Pemimpin kelompok Hizbullah Lebanon, Sayyed Hassan Nasrallah.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Pemimpin Hizbullah Sayyed Hassan Nasrallah menegaskan, pasukannya akan tetap berada di Suriah sampai ada kebijakan lebih lanjut. Pernyataan itu disampaikan menyusul perjanjian Rusia-Turki tentang Idlib sebagai langkah menuju solusi politik di Suriah.

"Kami akan tetap di sana (Suriah) bahkan setelah penyelesaian di Idlib. Kehadiran kami terkait dengan kebutuhan dan persetujuan dari kepemimpinan saya, Sayyid Hassan Nasrallah, pemimpin kelompok Syiah," ujar dia dalam pidato yang disiarkan televisi lokal, seperti dikutip Reuters, Kamis (20/9).

Selama ini Hizbullah Lebanon memberikan dukungan penting kepada militer Suriah dalam perang tujuh tahun di seberang perbatasan. Mereka membantu mendapatkan kembali wilayah itu.

"Ketenangan dari front dan kurangnya jumlah ancaman, secara alami akan mempengaruhi angka saat ini (dari milisi Hizbullah)," tambahnya. "Tidak ada yang memaksa kita keluar dari Suriah, kami akan tetap di sana sampai pemberitahuan lebih lannjut," kata Nasrallah bersumpah.

Baca juga, Kemenhan Rusia Salahkan Jet Tempur Israel.

Pemimpin gerakan yang didukung Iran itu, memuji hasil diplomasi antara Iran, Rusia dan Turki untuk menyelamatkan Idlib dari tindakan ofensif militer yang dapat menyebabkan bencana kemanusiaan.

Sebelumnya, pada Senin, Rusia dan Turki setuju mengecualikan solusi militer di Idlib sehingga mendukung zona demiliterisasi di wilayah Idlib Suriah. Di Idlib terdapat pasukan pemberontak radikal yang akan diminta mundur pada pertengahan bulan depan.

"Hasil (dari upaya diplomatik) menunjukkan hal baik dan masuk akal tetapi tergantung pada hasil," kata Nasrallah. Ia medeskripsikan perjanjian tersebut sebagai langkah untuk mencapai solusi politik dari konflik lebih dari tujuh tahun itu.

Rusia, negara pendukung terbesar dari Presiden Suriah Bashar al-Assad dalam perjuangannya melawan pemberontak, telah mempersiapkan serangan di Kota Idlib, yang dikendalikan oleh oposisi. PBB telah memperingatkan serangan semacam itu akan menimbulkan bencana kemanusiaan di Provinsi Idlib, tempat sekitar 3 juta warga bermukim.

Wilayah Idlib dan daerah sebelah utara Aleppo merupakan perwakilan wilayah besar oposisi terakhir di Suriah. Assad telah memulihkan sebagian besar wilayah yang pernah dipegang kelompok oposisi dengan dukungan militer yang menentukan dari Iran dan Rusia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement