REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Sebuah laporan milik Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) menyebut aksi kekerasan terhadap etnis Rohingya, termasuk pembunuhan dan pemerkosaan massal, dilakukan secara terkoordinasi serta terencana. Laporan tersebut kian memperkuat hasil temuan tim Misi Pencari Fakta Independen PBB pada akhir Agustus.
Laporan Departemen Luar Negeri AS itu disusun berdasarkan wawancara lebih dari seribu etnis Rohingya yang mengungsi di Bangladesh. "Survei ini mengungkapkan kekerasan baru-baru ini di Rakhine Utara sangat ekstrem, berskala besar, meluas, dan tampaknya diarahkan untuk meneror dan mengusir penduduk Rohingya," kata laporan setebal 20 halaman tersebut.
"Ruang lingkup dan skala operasi militer menunjukkan bahwa mereka terencana serta terkoordinasi dengan baik," kata laporan itu menambahkan.
Baca juga, Generasi Muslim Rohingya yang Terancam Hilang.
Dalam laporan tersebut, para korban menggambarkan secara cukup mendetail apa yang telah mereka saksikan ketika militer Myanmar menggelar operasi di Rakhine. Mereka mengaku cukup banyak melihat kekejian, seperti pembunuhan bayi dan anak-anak, penembakan orang tak bersenjata, hingga korban yang dikubur hidup-hidup.
Mereka pun mengisahkan tentang kekerasan seksual oleh militer Myanmar. Para wanita Rohingya diperkosa di hadapan umum.
Seorang pejabat Departemen Luar Negeri AS mengatakan, tujuan dari penyusunan laporan itu bukan untuk menentukan apakah terjadi genosida terhadap etnis Rohingya atau tidak. Laporan tersebut merupakan pendokumentasian fakta yang terjadi di Rakhine pada Agustus 2017. Dalam laporan itu, tak disinggung pula apakah akan ada langkah yang akan dilakukan AS terhadap Myanmar.