Selasa 25 Sep 2018 12:38 WIB

Menlu: Dunia Perlu Lebih Banyak Perempuan Penjaga Perdamaian

Korban konflik dan pascakonflik adalah perempuan dan anak-anak.

Rep: Yeyen Rostiyani/ Red: Nur Aini
Menteri Luar Negeri Republika Indonesia, Retno Marsudi saat sesi wawancara bersama Republika di kantor kemenlu , Jakarta, Jumat (29/6).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Menteri Luar Negeri Republika Indonesia, Retno Marsudi saat sesi wawancara bersama Republika di kantor kemenlu , Jakarta, Jumat (29/6).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Yeyen Rostiyani dari New York

NEW YORK -- Menteri Luar Negeri Indonesia Retno LP Marsudi menyatakan, dunia memerlukan lebih banyak perempuan peacekeeper atau penjaga perdamaian. Hal itu diungkap Retno di sela pertemuan di Majelis Umum PBB di New York, Senin (24/9) waktu setempat.

Menurut Retno, sidang Majelis Umum PBB ke-73 kali ini akan menghasilkan deklarasi politik, salah satunya tentang peacekeeping atau penjagaan perdamaian.

"Elemennya antara lain efisiensi, mandat yang jelas, keterlibatan (semua pihak), dan juga penjaga perdamaian wanita," kata Retno saat mendampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) dalam briefing wartawan Indonesia, Senin.

Menurut Retno, baru pekan lalu para menteri luar negeri bertemu di Montreal, Kanada. Mereka membahas upaya untuk meningkatkan jumlah perempuan penjaga perdamaian yang dikirim ke wilayah konflik dan pascakonflik.

Di lapangan, kata Retno, perempuan penjaga perdamaian yang dibutuhkan meningkat. Sementara dari data di PBB baru ada kisaran 3 persen dari jumlah penjaga perdamaian yang dikerahkan. Paling banyak korban konflik dan pascakonflik adalah perempuan dan anak-anak. "Secara tradisi mereka lebih nyaman jika mereka berhubungan dengan perempuan. Para menlu perempuan bersama menyerukan agar peran penjaga perdamaian perempuan ditingkatkan."

Sedangkan, tema Majelis Umum PBB tahun ini adalah membuat PBB relevan bagi semua orang. Unsur lainnya yang diusung adalag saling berbagi tanggung jawab demi perdamaian, kesetaraan dan keadilan, serta masyarakat yang berkelanjutan.

Retno menyebutkan, saat ini ada kecenderungan eksklusivisme dan ultranasionalisme di dunia. Kecenderungan tersebut menjadi tantangan baru bagi PBB. Hal itu karena PBB mandatnya adalah memelihara perdamaian dan menciptakan kesejahteraan dunia.

"Jika tidak ada kesejahteraan, keuntungan yg dinikmati bersama dari kegiatan ekonomi maka akan sulit untuk menciptakan perdamaian. Ini menjadi tantangan tersendiri," kata Retno.

"Sehingga UN khusus mendedikasikan tahun ini call for global leadership. Kita tidak hanya membutuhkan satu atau dua pemimpin saja, namun kepemmpinan global," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement