REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Presiden Turki Tayyep Erdogan mengatakan akan mengunjungi Kanselir Jerman Angela Merkel pada 28 September mendatang. Kunjungan itu sebagai upaya Erdogan untuk menarik investor dalam usahanya memulihkan perekonomian Turki yang sedang mengalami krisis.
"Kami ingin sepenuhnya meninggalkan permasalahan masa lalu di belakang dan menciptakan lingkungan yang hangat antara Turki dengan Jerman seperti sebelumnya," kata Erdogan, di sela Sidang Umum PBB di New York, Rabu (26/9).
Kedua negara anggota Badan Keamanan Internasional NATO tersebut sempat bersitegang. Jerman tidak menyukai tindakan Erdogan yang menangkap ribuan warga dan aktivis Turki yang diduga terlibat dalam kudeta gagal pada 2016 lalu. Erdogan juga menahan warga Jerman yang ia tuduh terlibat dalam kudeta tersebut.
Dalam kesempatan itu, Erdogan juga mengungkapkan langkah Turki dalam percaturan internasional selanjutnya. Menurut Erdogan, tidak mungkin Suriah bisa damai selama diperintah oleh Presiden Bashar al-Assad.
Pada akhir bulan lalu Turki dan Rusia, dua sekutu Assad membuat kesepakatan demiliterisas Idlib. Satu-satu wilayah yang masih dikuasai oleh pemberontak Suriah.
Dalam kesepakatan zona demiliterisasi itu para pemberontak dimintai untuk mundur dari Idlib pada pertengah bulan depan. Tapi menurut Erdogan para pemberontak sudah mulai meninggalkan Idlib.
"Bagian Suriah yang ini akan bebas dari senjata yang mana memang diharapkan oleh orang-orang Idlib, yang sangat menerima langkah ini," kata Erdogan.
Pasukan Turki dan Rusia akan berpatroli di Idlib. Lebih dari tiga juta orang yang tinggal di Idlib, setengahnya sudah mengungsi karena perang yang berlangsung di sana.
Sementara itu, untuk hubungan Turki-Iran, Erdogan mengatakan akan tetap membeli gas alam dari Iran dalam waktu yang lama. Meski Presiden AS Donald Trump mengancam akan memberi sanksi kepada negara yang berbisnis dengan Iran.
"Kami harus realistis, apakah saya harus membiarkan rakyat kedinginan di musim dingin? Tidak ada yang harus tersinggung, bagaimana saya bisa menghangatkan rakyat saya jika kami berhenti membeli gas alam dari Iran?" kata Erdogan.
Pada Agustus lalu Trump menarik AS dari kesepakatan nuklir Iran yang dilakukan pada 2015. Sanksi AS terhadap sektor energi Iran akan diberlakukan kembali pada bulan November mendatang.
Baca: Erdogan Bertemu Trump di Sela Pertemuan PBB