Kamis 27 Sep 2018 12:05 WIB

Theresa May Ambil Sikap Bertolak Belakang dengan Trump

May memperingatkan bahayanya nasionalisme agresif .

Rep: Lintar Satria/ Red: Ani Nursalikah
Perdana Menteri Inggris Theresa May berbicara dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump di pertemuan sela Sidang Umum PBB ke-73, Rabu (26/9) di New York.
Foto: Peter Foley/Pool Photo via AP
Perdana Menteri Inggris Theresa May berbicara dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump di pertemuan sela Sidang Umum PBB ke-73, Rabu (26/9) di New York.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Perdana Menteri Inggris Theresa May menentang pendapat Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Di Sidang Umum PBB May meminta para pemimpin dari seluruh dunia menolak nasionalisme dan berjuang mempertahankan sistem multilateralisme.

Pernyataan May ini sangat berbeda dengan isi pidato Trump yang anti-globalisme di forum yang sama. May memperingatkan bahayanya nasionalisme agresif yang dapat menggantikan peraturan dasar internasional. May juga meminta para pemimpin negara meningkatkan kepercayaan publik terhadap sistem yang ada sekarang.

"Jika kepercayaan diri kita semua lemah untuk berdiri, maka yang lain akan menggantikannya," kata May, Kamis (27/9).

May memberikan contoh perkembangan fasisme dan komunisme pada akhir abad lalu. Ia mengatakan hal tersebut dapat kembali lagi terjadi di Eropa dan seluruh dunia.

"Sudah pernah kita lihat apa yang terjadi ketika patriotisme alami yang menjadi titik pijak masyarakat yang sehat ditelikung menjadi nasionalisme agresif, mengeksploitasi rasa takut dan ketidakpastian untuk mendorong identitas politik di dalam negeri dan keinginan berperang di luar negeri, sementara melanggar dan merusakan peraturan institusi ini," kata May.

Sebelumnya, pidato Trump di PBB memberi pesan ia menolak globalisasi dan hanya akan melindungi kepentingan Amerika. Dengan tegas ia juga mengatakan akan mendorong sikap patriotisme agresif di Amerika.

"Pemerintah Amerika untuk orang Amerika, kami menolak ideologi globalisasi, dan kami mendorong doktrin patriotisme," kata Trump. 

Meski terdengar sangat bertolak belakang, tapi Staf Perdana Menteri Inggris menyatakan pidato May tidak sebagai upaya merespons Trump. May juga menulis pidatonya sebelum mendengar pidato Trump.

Staf Perdana Menteri Inggris pun mengatakan May akan bertemu dengan Trump untuk membahas hubungan bilateral antara kedua negara sebelum kembali ke Inggris. Namun, seluruh isi pidato May terdengar sebagai tanggapan atas ucapan Trump.

"Semua harus belajar dari masa lalu dan menunjukannya lewat tindakan bagaimana kerja sama yang kuat dan akuntabel antara negara dengan perekonomian terbuka dan masyarakat inklusif menjadi cara terbaik untuk memberikan keamanan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat," kata May.

Dalam pidatonya tersebut May juga mengungkapkan dukungannya terhadap media yang bebas dan adil. Argumen lain yang sepenuhnya berbeda dengan Trump, yang kerap kali mengkritik jurnalis dan menggambarkan berita yang tidak sesuai dengan keinginannya sebagai berita palsu. 

"Seperti semua pemimpin, saya kira, saya tidak selalu menikmati apa yang media negara saya katakan tentang saya, tapi saya akan mempertahankan hak mereka untuk mengatakan itu, independensi media di negara kami adalah satu satu prestasi terbesar negara saya dan menjadi pondasi dasar demokrasi kami," ujar May.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement