Jumat 28 Sep 2018 05:41 WIB

Rujak dan Gorengan di Meja Diplomatik Cina

Makanan bisa jadi alat tawar diplomasi.

Rujak buah menjadi salah satu makanan yang dipamerkan di Kuala Lumpur, Malaysia.
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Rujak buah menjadi salah satu makanan yang dipamerkan di Kuala Lumpur, Malaysia.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Asal-usul rujak sampai saat ini masih simpang-siur. Ada yang bilang dari Arab karena konon penemu makanan yang tersaji dari berbagai jenis buah dan sayur itu bernama Abdul Rozak. Namun tidak ada fakta sejarah dari negara mana makanan tersebut berasal karena tidak hanya di Indonesia, di Malaysia dan Singapura pun makanan tradisional yang disebut "rojak" itu juga ada.

Rujak erbeda dengan salad yang juga sama-sama terdiri atas irisan buah-buahan dan sayur. Salad tercatat dalam berbagai literatur sejarah sebagai hidangan para bangsawan pada sekitar 1903.

Irisan buah-buahan dan sayuran yang dipadu bumbu ulegan saus tiram atau kerang yang disebut dengan petis, gula merah, terasi atau belacan, garam, dan kacang lazim disebut rujak. Masyarakat Surabaya, Jawa Timur, mencampurinya dengan irisan moncong sapi yang direbus atau cingur untuk menambah kelezatan rujak sekaligus menjadi ikon kuliner Kota Pahlawan itu.

Rujak tidak mengenal mayones yang terbuat dari kuning telur, garam, merica, cuka, dan minyak untuk membedakannya dengan salad yang populer di Eropa. Tidak salah kalau sebagian masyarakat Surabaya menyebut salad dengan rujak prancis karena sama-sama berbahan dasar buah dan sayur. Hanya bumbu yang membedakannya.

Meskipun tidak sama persis dengan umumnya di Indonesia, rujak yang disajikan kepada para tamu resepsi diplomatik Peringatan Hari Kemerdekaan RI di Beijing, Rabu (26/9) cukuplah untuk mewakili kekhasan kuliner nusantara.

photo
Rujak cingur.

Hal itu perlu dimaklumi karena di Ibu Kota Cina tidak ada petis dan terasi sebagai elemen penentu rasa rujak. Namun apa pun bentuknya, derajat rujak pada malam itu langsung naik. Jika biasanya di Indonesia dijual di warung-warung kecil pinggir jalan, di Beijing tiba-tiba naik ke meja diplomatik.

Mungkin di Jawa rujak bisa menjadi penawar rasa lapar, tapi bisa saja di Beijing rujak menjadi alat tawar diplomasi karena pada malam itu tiba-tiba rujak menyita perhatian Wakil Menteri Luar Negeri Cina Kong Xuanyou di sela perbincangannya dengan Duta Besar RI untuk Cina Djauhari Oratmangun.

Rujak dan gorengan yang disajikan istri dubes, Sih Elsiwi Oratmangun tandas di piring Wamenlu Cina. Memang lidah tak bertulang, tapi urusan selera, lidah tidak akan bohong. Sang wakil menteri mengambilnya lagi dari piring besar ke piring yang lebih kecil di tangannya sambil berbisik kepada asisten perempuannya untuk mencicipi makanan itu.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement