REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Sejumlah ilmuwan terkejut dengan besarnya gelombang tsunami yang menghancurkan Kota Palu pada Jumat lalu. Seperti dikutip New York Times, Senin (1/10), para ilmuwan tak menyangka gempa yang sebelumnya sempat terjadi bisa memicu gelombang merusak.
"Kita memperkirakan bisa memicu tsunami, tapi tak sebesar itu," ujar Jason Patton, seorang ahli geofisika yang bekerja di firma konsultan, Temblor, dan bekerja di Humbildt State University di California.
Ia mengakui, dengan kasus seperti ini, sepertinya para ilmuwan akan menemukan sesuatu yang sebelumnya belum pernah diobservasi.
Baca juga, BNPB Perkirakan Korban Gempa dan Tsunami Bertambah.
Gempa berkekuatan 7,5 skala richter yang terjadi pada Jumat sore berpusat di sepanjang pantai Pulau Sulawesi atau sekitar 50 mil utara Kota Palu. Tiga puluh menit setelah gempa, gelombang setinggi lebih dari lima meter menghantam pesisir Palu dan menghancurkan bangunan, kendaraan serta menewaskan setidaknya ratusan orang.
Beberapa daerah lain, termasuk Kota Donggala juga ikut dihantam oleh gelombang tsunami, meski belum ada laporan detil tentang kehancuran dan korban di daerah tersebut.
Sebuah masjid tampak rusak parah di Kota Palu, Sulteng, setelah diguncang gempa dan diterjang tsunami, Sabtu (29/9).
Para ahli luar menilai, besarnya jumlah korban menunjukkan kesiapan Indonesia dalam mengantisipasi dan mendeteksi gelombang tsunami masih minim.
Gelombang besar tsunami biasanya dihasilkan oleh apa yang disebut gempa bumi megathrust. Dalam kondisi ini, bagian besar dari kerak bumi bergerak secara vertikal di sepanjang patahan.
Situasi tersebut memicu gelombang air dengan ketinggian dan kecepatan cukup besar yang bisa menghancurkan obyek ribuan mil dari pusat gempa. Pada 2004, gempa bumi megathrust berkekuatan 9,1 skala richter menghantam Sumatra yang memicu tsunami dari Aceh hingga Afrika Selatan.