Ketika gempa melanda Sulawesi Tengah pada Jumat (28/9/2018) pekan lalu, keluarga Adnan Fadjar sedang bersiap-siap untuk salat maghrib dan makan malam di rumah mereka di Jalan Slamet Riyadi, Palu Timur.
Berikut ini penuturan istri Adnan, Mutia, mengenai peristiwa yang dialaminya itu kepada jurnalis ABC Farid M Ibrahim yang menghubungi melalui telepon dari Melbourne, Senin (1/10/2018).
"Awalnya sekitar jam 5 sore saya yang ada di ruang tengah merasakan goyangan halus tapi agak lama. Lampu gantung di ruang makan jadi bergoyang-goyang.
Saya langsung berdiri dan memberi tahu suami dan anak-anak yang ada di kamar tidur. Ayah, ada gempa ini. Siap-siap.
Kemudian situasinya tenang kembali. Saya lalu mempersiapkan makan malam untuk keluarga. Kira-kira jam 6 seusai azan maghrib, saya berada di kamar mandi lalu terjadi gempa hebat. Bumi seperti mau runtuh. Lampu tiba-tiba mati.
Rasanya bumi bergoyang, dan saya mendengar suara gemuruh di bawah lantai rumah.
Dalam gelap, saya langsung menarik anak tertua, Lifya (10), membawanya berlari keluar rumah. Tetapi lemari di jalan ke pintu keluar terjatuh pas kami lewat. Saya harus menahannya agar Lifya bisa lolos keluar.
Situasi sudah gelap. Di luar pun mati lampu. Sementara suara gemuruh di bawah lantai terdengar semakin kencang.
Di kamar tidur, suami saya yang sedang bersama dua anak kami, Arlo (5) dan Arraya (2), hampir kejatuhan lemari juga.
Arlo yang tidur di lantai nyaris tertimpa lemari dan TV yang berjatuhan. Untung suamiku berhasil menariknya.
Dalam kegelapan itu akhirnya kami semua bisa lari keluar rumah ke jalan. Dan ada masjid di sekitar situ yang masih utuh. Kami pun ke sana.
Sekitar jam 7:30 gempa besar terjadi kembali. Kami segera melarikan diri ke sebuah lapangan di perumahan kami di Jalan Slamet Ryadi.
Letak perumahan kami sekitar 5 km dari pantai. Di situ kami melihat jalan raya sudah terbelah. Belakangan kami dengar lokasi tempat tinggal kami ini merupakan jalur patahan gempa."
Mobil keliling, umumkan jangan panik
Sementara itu, Adnan menambahkan, saat kejadian justru ada kendaraan yang berkeliling meminta warga untuk tidak panik.
"Saat kami berada di masjid, ada mobil yang berkeliling dan mengumumkan kepada warga masyarakat agar menjaga diri sebaik-baiknya. Diumumkan bahwa jangan panik karena tidak akan ada tsunami," katanya.
Saat itu, antara Pukul 7 dan 7:30 malam saat dia masih berada di masjid. Menurut Adnan, selain listrik yang padam, telepon juga sudah tidak berfungsi setelah sekitar Pukul 7 malam itu.
Adnan dan Mutiah serta ketiga anaknya selamat, dan saat ini masih mengungsi di halaman rumah tetangga mereka bersama 74 warga lainnya, termasuk bayi, balita dan lansia.
Mereka sudah kekurangan air bersih dan alat-alat sanitasi. Bantuan belum menjangkau mereka.