Senin 01 Oct 2018 15:20 WIB

Suriah Tuding Pasukan Sekutu AS Dukung Teroris

Pasukan sekutu dinilai membantai warga sipil di Suriah.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Dalam gambar yang diambil oleh Angkatan Laut AS, kapal penjelajah kendali-rudal USS Monterey (CG 61) menembakkan rudal Tomahawk ke Suriah, Sabtu, (14/4). Donald Trump mengumumkan serangan udara ke Suriah sebagai tanggapan atas dugaan serangan senjata kimia.
Foto: Letnan john Matthew Daniels / Angkatan Laut AS melalui AP
Dalam gambar yang diambil oleh Angkatan Laut AS, kapal penjelajah kendali-rudal USS Monterey (CG 61) menembakkan rudal Tomahawk ke Suriah, Sabtu, (14/4). Donald Trump mengumumkan serangan udara ke Suriah sebagai tanggapan atas dugaan serangan senjata kimia.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Wakil Perdana Menteri Suriah Walid al-Moualem menuding sekutu, yakni Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Prancis, mendukung kelompok teroris di negaranya. Hal itu dia sampaikan ketika berpidato di Majelis Umum PBB pada Sabtu (30/9).

Al-Moualem mengungkit kembali serangan udara yang dilancarkan sekutu terhadap Suriah dengan dalih menghancurkan fasilitas pengembangan senjata kimia. Menurutnya, serangan tersebut ilegal dan tidak dapat dibenarkan.

Ia pun menyinggung tentang serangan sekutu ke kota Raqqa. “Koalisi (sekutu) mengahancurkan Raqqa sepenuhnya, menghancurkan infrastruktur dan layanan publik di wilayah yang ditargetkan, melakukan pembantaian terhadap warga sipil, termasuk anak-anak dan perempuan, yang merupakan kejahatan perang menurut hukum internasional,” kata al-Moualem, dikutip laman UN News.

Ia menuding sekutu memberikan dukungan militer langsung kepada kelompok teroris. Pada  beberapa kesempatan, dukungan diberikan ketika kelompok-kelompok teroris tengah bertempur melawan pasukan Suriah. “Jadi seharusnya lebih tepat diberi nama ‘Koalisi untuk Mendukung Teroris dan Kejahatan Perang’,” ujarnya.

Pada kesempatan tersebut, al-Moualem juga menyerang Turki karena turut mendukung terorisme di Suriah. Ia menyebut agresi Turki terhadap kota-kota di Suriah utara telah melanggar kedaulatan negara, persatuan, dan integritas teritorial serta hukum internasional.

“Sejak hari pertama perang di Suriah, rezim Turki telah melatih dan mempersenjatai teroris, mengubah Turki menjadi pusat dan koridor bagi teroris dalam perjalanan mereka ke Suriah,” ucap al-Moualem.

Ia mengatakan, saat ini negaranya sedang berupaya mengakhiri perang yang telah berlangsung selama lebih dari tujuh tahun. Ia mengklaim situasi di Suriah kini lebih aman dan stabil. Peperangan melawan kelompok teror pun hampir berakhir. “Terima kasih kepada kepahlawanan, tekad, dan persatuan rakyat dan tentara, dan dukungan sekutu serta mitra-mitra lainnya,” ucap al-Moualem.

Dengan memulihnya situasi dan kondisi, ia dengan yakni mengundang pengungsi Suriah untuk kembali ke negaranya. “Kembalinya setiap pengungsi Suriah adalah prioritas untuk negara Suriah. Pintu terbuka bagi semua warga Suriah di luar negeri untuk kembali secara sukarela dan aman,” ujarnya seraya menambahkan bahwa kestabilan situasi yang dicapai negaranya tak dapat dipisahkan dari dukungan Rusia.

Lebih dari setengah juta orang telah tewas selama perang tujuh tahun Suriah. Peperangan juga memaksa 10 juta warga di sana mengungsi ke berbagai negara di dunia, termasuk Eropa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement