Senin 01 Oct 2018 20:01 WIB

Warga Palestina Memprotes UU Negara Bangsa Yahudi Israel

UU Negara Bangsa Yahudi diyakini mendorong Israel memperluas permukiman Yahudi.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Unjuk rasa yang menentang adanya rencana UU Negara Bangsa Yahudi yang digelar di Tel Aviv beberapa waktu lalu
Foto: Al Monitor
Unjuk rasa yang menentang adanya rencana UU Negara Bangsa Yahudi yang digelar di Tel Aviv beberapa waktu lalu

REPUBLIKA.CO.ID, TEPI BARAT -- Warga Palestina di Tepi Barat, Jalur Gaza, dan Yerusalem Timur menggelar demonstrasi serentak pada Senin (1/10). Demo dilakukan dalam rangka memprotes Undang-Undang (UU) Negara Bangsa Yahudi Israel.

Dalam aksi tersebut, warga Palestina bergabung dengan warga Arab-Israel yang turut menentang UU Negara Bangsa Yahudi. "Saya dapat mengatakan terdapat komitmen penuh terhadap aksi itu," kata anggota Arab Knesset (parlemen Israel) Massoud Ghanayem, dikutip laman Anadolu Agency.

Menurut Ghanayem, segenap warga Palestina di wilayah pendudukan berpartisipasi dalam aksi menentang UU Negara Bangsa Yahudi. "Kesatuan ini diperlukan karena undang-undang negara bangsa (Yahudi) menargetkan semua masalah rakyat Palestina, apakah itu pengungsi, hak mereka menentukan nasib sendiri, dan kehadiran warga Arab di Israel," ujarnya.

Ketua Daftar Gabungan Hassan Jabareen menjelaskan aksi tersebut merupakan protes warga Arab-Israel yang kini seolah menjadi warga negara kelas dua di bawah UU Negara Bangsa Yahudi. "Aksi ini mengirim pesan perlawanan terhadap diskriminasi dan rasialisme yang terus berlanjut terhadap publik Arab, yang tidak akan menerima status kewarganegaraan yabg lebih rendah sebagai warga kelas dua atau ketiga," ucapnya, dikutip laman the Times of Israel.

"Kami lahir di negara ini (Israel) dan akan berjuang untuk kesetaraan nasional. Kewarganegaraan penuh dan setara untuk semua," kata Jabareen menambahkan.

Mohammed Barakeh, mantan anggota Arab Knesset mengatakan, demonstrasi gabungan antara warga Palestina dan warga Arab-Israel merupakan sebuah pesan untuk dunia. "Aksi itu adalah sebuah pesan kepada dunia bahwa penyebab apartheid dan rasisme adalah sesuatu yang seharusnya tidak hanya ditangani secara internal, tapi harus dibicarakan secara global," ungkap Barakeh, dikutip laman Al Araby.

Aksi demonstrasi pada Senin bertepatan dengan peringatan pembunuhan 13 warga Arab-Israel oleh polisi Israel pada tahun 2000, tepatnya ketika peristiwa intifadah kedua atau intifadah Al-Aqsha. Momen kelam itu terjadi setelah perdana menteri Israel Ariel Sharon dan sekitar 1.000 pasukan bersenjata memasuki kompleks Al-Aqsha.

Kendati demikia, aksi demonstrasi untuk memprotes UU Negara Bangsa Yahudi dinilai memiliki dampak terbatas. Sebab, pada Senin merupakan hari libur bagi mayoritas Yahudi yang menandai akhir dari festival Sukkot.

Aksi penolakan UU Negara Bangsa Yahudi tidak hanya terjadi sekali saja. Bulan lalu, sekitar 30 ribu warga Arab dan Yahudi Israel telah melakukan demonstrasi serupa. Kemudian 50 ribu anggota komunitas keagamaan Druze di Israel juga telah melakukan aksi protes terhadap UU Negara Bangsa Yahudi.

Pesan yang disampaikan dalam aksi-aksi itu sama, yakni menuntut Israel mencabut UU tersebut. Sebab mereka menilai, UU Negara Bangsa Yahudi bersifat rasis dan menyangkal eksistensi mereka sebagai bagian dari Israel.

Undang-Undang Negara Bangsa Yahudi diloloskan Knesset pada 19 Juli.  Dengan UU tersebut, Israel memproklamirkan diri sebagai tanah air bangsa Yahudi. Dalam UU itu, Israel turut mengklaim seluruh Yerusalem sebagai ibu kotanya. Selain itu, UU tersebut turut mencabut status bahasa Arab sebagai bahasa resmi. Dengan demikian hanya terdapat bahasa Ibrani dan bahasa resmi negara.

Undang-Undang Negara Bangsa Yahudi diyakini mendorong Israel untuk terus memperluas proyek permukiman Yahudi di wilayah-wilayah pendudukan Palestina walaupun telah dinyatakan ilegal di bawah hukum internasional. Di sisi lain, UU itu pun dikhawatirkan semakin memarginalkan masyarakat Palestina berkewarganegaraan Israel yang mencapai 1,8 juta orang atau sekitar 20 persen dari total populasi masyarakat Israel.

Undang-Undang Negara Bangsa Yahudi telah menuai kecaman dan kritik dari sejumlah negara, termasuk PBB, serta organisasi hak asasi manusia (HAM) internasional. Sebab UU itu dinilai kian melemahkan prospek solusi dua negara antara Palestina dan Israel.

Awal Agustus lalu, The Legal Center for Arab Minority Rights (LCAMR), sebuah organisasi yang mewakili minoritas Arab-Israel, telah mengajukan petisi ke Mahkamah Agung Israel. Mereka meminta Mahkamah Agung Israel mencabut UU Negara Bangsa Yahudi.

Petisi LCAMR diserahkan atas nama kepemimpinan politik Arab di Israel. "Dalam dokumen hampir 60 halaman, para pemohon menyerukan Mahkamah Agung Israel membatalkan UU Negara Bangsa Yahudi yang merupakan UU rasis dan bertentangan dengan semua norma hukum internasional," kata LCAMR dalam pernyataannya.

Menurut LCAMR, UU Negara Bangsa Yahudi, yang mendefinisikan Israel sebagai tanah air Yahudi telah mendiskreditkan masyarakat Palestina di negara tersebut yang mencapai 20 persen dari total populasi. "UU ini memiliki semua karakteristik apartheid. Ini menjamin karakter etnis-religius Israel sebagai eksklusif Yahudi dan menguasai hak istimewa yang dinikmati warga Yahudi," kata LCAMR.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement