REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB meminta Malaysia segera melarang pernikahan anak. Permintaan Dewan HAM PBB ini menyusul kasus kontroversial seorang laki-laki berusia 44 tahun menikahi anak perempuan dari Thailand berusia 11 tahun.
Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohammad yang kembali berkuasa pada bulan Mei lalu berjanji akan menaikkan umur minimal pernikahan menjadi 18 tahun. Tapi ia diserang oleh pemuka-pemuka agama konservatif Malaysia yang beralasan pernikahan dini bisa menjadi jawaban penyakit sosial seperti seks dan kehamilan di luar pernikahan.
Pelapor Khusus PBB Maud de Boer-Buquicchio meminta pemerintah Malaysia untuk melindungi hak dasar anak-anak terutama perempuan. Pernikahan anak di bawah umur meningkatkan kekerasan dalam rumah tangga dan sering kali menjadi penghalang bagi mereka meraih pendidikan yang lebih tinggi.
"Menikahi mereka, artinya Anda telah melanggar hak asasi dasar gadis-gadis muda itu," kata de Boer-Buquicchio, Senin (1/10).
Maud de Boer-Buquicchio, bekerja membawa mandat PBB yang berupa menyelidiki, mengawasi, menyarankan, dan melaporkan secara terbuka permasalahan hak asasi manusia. De Boer-Buquicchio, pelapor khusus perdagangan dan eksploitasi seksual anak-anak.
Di Malaysia usia minimun pernikahan di bawah hukum sipil bagi kedua gender adalah 18 tahun. Tapi seorang perempuan bisa menikah saat berusia 16 tahun jika mendapatkan izin dari Menteri Dalam Negeri. Sementara hukum syariah di Malaysia menetapkan 16 tahun usia minimum bagi anak perempuan menikah. Tapi mereka bisa menikah lebih muda lagi jika diizinkan oleh pengadilan syariah.
Dewan PBB meminta Malaysia untuk menetapkan hukum minimal 18 tahun tanpa pengecualian. Menurut Badan Stasistik Malaysia dari tahun 2013 sampai 2017 lebih dari 5.000 aplikasi pernikahan di bawah umur di ajukan ke pengadilan syariah.
Tapi banyak pernikahan di bawah umur yang tidak dilaporkan dan terdokumentasikan. Terutama, kata de Boer-Buquicchio pernikahan anak-anak yang ada di Borneo, Kalimantan. "Ini saatnya untuk tegas," katanya.
Ia juga menegaskan pemerintah Malaysia harus melibatkan pemimpin agama dan adat istiadat untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Selain itu juga harus ada kemauan politik dari pemerintah.
"Tapi pertanyaannya bagaimana Anda bisa menjangkau seluruh entitas yang berbeda," tambah de Boer-Buquicchio.
Tahun lalu Malaysia mengesahkan undang-undang kekerasan seksual terhadap anak. Tapi mereka belum mengkriminalisasi pernikahan anak. Jadi tidak ada orang yang dihukum jika menikahi anak-anak.