REPUBLIKA.CO.ID, ADELAIDE -- Indah Manshuri meneteskan air mata ketika berbicara tentang pesan yang ia dapatkan dari bibinya di Palu pada hari Ahad (30/9) malam. Dua hari setelah gempa yang disusul tsunami melanda Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah.
"Saya hanya bertanya apa yang terjadi pada ibu saya, saudara laki-laki dan perempuan saya," kata Indah dengan emosional. "Dan mereka bilang mereka aman. Itu saja yang saya dengar dari mereka."
Dari rumahnya di wilayah Seaford Meadows, Adelaide, sejak hari Jumat (28/9) Indah telah berusaha untuk menghubungi anggota keluarga dekat yang terperangkap dalam bencana gempa-tsunami di Sulawesi Tengah ini. Tapi dengan sambungan telekomunikasi yang kurang baik, ia sejauh ini belum bisa menjangkau mereka, membuat Indah merasa bingung dan sedih.
"Itu sebabnya saya terus mencoba menelepon mereka, dan bertanya pada beberapa teman apakah mungkin mereka melihat mereka, atau melihat di Facebook," katanya.
Meskipun lega mendengar berita dari bibinya, ia juga tetap khawatir. "Saya mencoba tadi malam, tetapi masih belum bisa terhubung,” ujarnya. "Saya berharap mereka aman, dan saya selalu berdoa untuk mereka."
Pusat perbelanjaan runtuh di Palu. (ABC News)
"Bagian tersulitnya adalah komunikasi, karena kami belum mendengar apa-apa," kata suaminya, Max Imran. "Setiap hari kami bertanya-tanya, semoga mereka baik-baik saja."
"Jadi kami mengandalkan keluarga lain untuk bisa berhubungan dengan kami, untuk memberi kami beberapa informasi." Indah dan suaminya biasanya pulang ke Indonesia setiap Januari, tetapi sekarang tak yakin kapan mereka bisa kembali ke sana.”
"Jika kami pergi lebih awal, di mana kami akan tinggal," katanya. "Saat ini, semua yang kami tahu adalah mereka aman", tetapi apakah rumah keluarga mereka masih berdiri tegak, hal itu belum diketahui.
"Semoga semua orang selamat, seluruh kota."
Liza Hughes
Ingin berkomunikasi
Di Melbourne, Liza Hughes seharusnya merayakan ulang tahun ketujuh putranya, tetapi pikirannya mengkhawatirkan keluarganya yang berada ribuan kilometer jauhnya di Indonesia. Saudara laki-lakinya, Rahmat Satria, tinggal di Palu, Sulawesi Tengah, yang diguncang bencana tsunami pada hari Jumat (28/9).
Ia melakukan kontak dengan adik perempuan Liza pada jam-jam awal Ahad (30/9) pagi, menjelaskan bahwa ia masih hidup tetapi rumahnya telah hancur. Sejak itu keluarga belum bisa melakukan kontak dengannya, dengan komunikasi padam di banyak zona bencana.
"Ini menakutkan," kata Liza dari pinggiran kota Pakenham. "Saya tak bisa berhenti memikirkannya. Saya tak bisa tidur.”
"Saya ingin berbicara dengannya, hanya untuk mendengar suaranya agar tahu bahwa ia baik-baik saja." Dengan kekhawatiran tentang air bersih dan akses untuk mengintensifkan makanan, Pemerintah Indonesia membuka negaranya untuk menerima bantuan luar negeri pada hari Senin (1/10).
Liza mengatakan, ia percaya kakaknya tinggal di tempat penampungan, tapi ia cemas akan kesehatannya. "Apakah ia cukup makan?," tanyanya. "Apakah ia tidur di tempat yang sama? Apakah ia punya selimut?."
Liza juga memiliki keluarga di Donggala, Sulawesi Tengah, yang juga belum ia dengar kabarnya. "Sungguh memilukan melihat gambarnya [di televisi]," katanya.
Rahmat Satria
Bantuan dari Australia
Kelompok masyarakat Indonesia di seluruh Australia bersatu untuk mengumpulkan dana dan memberikan dukungan emosional kepada mereka yang membutuhkan. Nika Suwarsih dari Komunitas Indonesia di Victoria mengatakan tragedi tersebut telah menyatukan komunitas Indonesia-Australia.
"Kita bisa bayangkan jika kita kehilangan keluarga dan harta benda kita," kata Nika. "Teman saya kehilangan semua keluarganya. Jadi itu sangat menyedihkan. Kami hanya mencoba melakukan penggalangan dana sehingga kami bisa membantu dan mendukung mereka."
Departemen Luar Negeri Australia telah mengonfirmasi, "Pemerintah Australia bekerja sama dengan mitra Pemerintah Indonesia terkait untuk mengidentifikasi opsi bantuan".
Simak berita ini dalam bahasa Inggris di sini.