Kamis 04 Oct 2018 03:08 WIB

Rencana Nepal Larang Pornografi di Internet Dikritik

Larangan pornografi di internet dinilai tidak akan efektif memerangi kekerasan.

Red: Nur Aini
Anti-Pornografi (ilustrasi)
Foto: ROL
Anti-Pornografi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, KHATMANDU -- Pemerintah Nepal mengumumkan akan melarang pornografi di internet dalam usaha memerangi kekerasan terhadap perempuan. Namun, langkah itu dikritik karena dinilai tidak akan efektif.

Negara yang berada di kawasan pegunungan Himalaya tersebut dikejutkan dengan beberapa serangan seksual yang mengerikan terhadap perempuan muda. Terjadi kasus pemerkosaan dan pembunuhan terhadap dua murid sekolah perempuan dan serangan menggunakan asam cuka terhadap dua perempuan remaja yang bersaudara saat mereka tidur.

Data dari Badan Kesejahteraan Anak-anak Nepal mengungkapkan bahwa 60 persen korban pemerkosaan di Nepal adalah perempuan berusia di bawah 16 tahun dan sepertiga di antaranya di bawah usia 10 tahun.

Pada Juli lalu, Nirmala Panta, murid perempuan berusia 13 tahun diperkosa dan dibunuh di Nepal Barat. Kasus itu kemudian menimbulkan gelombang protes secara nasional di mana polisi dituduh menutupi kasus tersebut untuk melindungi pelakunya.

Orang tua Nirmala secara terbuka menyerukan adanya keadilan bagi anak mereka, dan hashtag #JusticeForNirmala menjadi populer di Nepal.

Pada September, seorang anak perempuan berusia 10 tahun diperkosa dan dicekik sampai mati, dan lima pria telah ditahan berkenaan dengan kejadian tersebut. Di bulan yang sama, dua remaja perempuan bersaudara Samjhana dan Sushmita Das disiram dengan asam cuka oleh tetangga ketika mereka sedang tidur. Menderita luka bakar serius karenanya, keduanya dibawa dalam perjalanan selama tujuh jam dari desa mereka ke rumah sakit di ibu kota Kathmandu.

Tetangga mereka Rambabu Paswa menemani keluarga ke rumah sakit di mana dia diwawancarai oleh media setempat. "[Samjhana] baru saja meluruskan rambutnya beberapa hari lalu, dan kelihatan cantik sekali. Saya tidak tahu apakah dia akan terlihat secantik itu lagi." kata Paswa kepada wartawan.

Nammun Samjhana yang berusia 18 tahun mengatakan kepada ayahnya bahwa Paswalah yang menyiram asam cuka tersebut. Dia mengatakan Paswa sering menelpon dan mengajak berhubungan seksual, hal yang ditolak oleh Samjhana. Polisi kemudian menemukan bahwa Paswa menelpon Samjhana 180 kali dalam dua minggu sebelum serangan terjadi. Paswa ditahan oleh polisi, dan Samjhana meninggal karena luka-luka yang dideritanya 10 hari setelah mendapat serangan.

Reaksi terhadap larangan pornografi online

Banyak pihak meragukan bahwa pelarangan pornografi online akan bisa mengurangi tingkat kekerasan terhadap wanita di Nepal, menurut Shubha Kayastha dari lembaga Internet Society Nepal. "Ini hanyalah taktik mengalihkan persoalan dari ketidakmampuan pemeirntah untuk mengadili para pemerkosa." kata Subha.

Subha Kayastha, yang juga adalah pegiat hak seksual mengatakan pelarangan ini tidak akan memecahkan masalah. "Pendekatan lebih baik untuk mengurangi kekerasan seksual adalah memberdayakan orang dan menghormati badan penanganan seksual, dan menghuikum pelaku kejahatan seksual."

"Bukannya melarang bahan pornografi yang tersedia di internet, pemerintah seharusnya mengalihkan perhatian untuk mengadili mereka yang bersalah, bukannya mencari jalan pintas."

Anup Kaphle, editor harian The Kathmandu Post menulis di Twitter bahwa pemerintah Nepal 'dipenuhi dengan pejabat yang tidak memiliki pengetahuan apapun, namun hanya mengikuti pendapat yang tidak original termasuk melarang situs porno untuk mencegah terjadinya pemerkosaan."

Pemerintah India pernah melarang pornografi pada 2015 namun mencabutnya seminggu kemudian karena besarnya tentangan dari publik, dan masalah kebebasan berpendapat.

Lihat beritanya dalam bahasa Inggris di sini

sumber : http://www.abc.net.au/indonesian/2018-10-03/nepal-larang-porno-online-untuk-kurangi-kekerasan-terhadap-pere/10332662
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement