REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Beberapa negara barat menuduh Rusia mengirimkan para peretas atau hacker. Tujuannya, meretas jaringan internet milik banyak lembaga.
Beberapa negara yang menuduh Rusia di antaranya Belanda, Inggris, Amerika Serikat (AS), serta Kanada. Pemerintah Belanda pun mengaku menemukan laptop milik empat warga Rusia yang digunakan di Brasil, Swiss, serta Malaysia.
Pemerintah Belanda memperkirakan, di Malaysia, laptop itu digunakan untuk menginvestigasi jatuhnya pesawat Malaysia Airlines MH17 pada 2014. Seperti diketahui, peristiwa yang menyebakan 298 orang meninggal di dalam pesawat itu jatuh di wilayah yang dikuasai kubu pemberontak sokongan Rusia di Ukraina Timur.
Meski begitu, dilansir BBC, Sabtu, (6/10), Rusia membantah seluruh tuduhan tersebut. Negara beribukota Moskwa itu menganggap beragam tuduhan sebagai obsesi berlebihan negara barat terhadap mata-mata.
"Tidak jelas siapa yang akan percaya pernyataan-pernyataan ini yang menuduh warga Rusia berupaya melakukan serangan siber pada OPCW," ujar Kementerian Luar Negeri Rusia melalui pernyataan resmi pada Kamis, (4/10). Rusia pun membantah telah mencoba memperoleh data terkait pesawat Malaysia MH17.
"Apakah setiap warga Rusia yang membawa perangkat seluler dianggap mata-mata," tambah pernyataan tersebut. Kementerian Luar Negeri Rusia juga menyatakan, negaranya menjadi korban kampanye propaganda yang dikelola negara.
Asisten Jaksa Agus AS untuk bidang Keamanan Nasional John Demers dalam konferensi pers menuturkan, berbagai serangan siber dilakukan untuk mendelegitimasi badan olahraga sekaligus mengubah pandangan kebenaran. Menurutnya, serangan siber merupakan balasan Rusia karena para atlit mereka dilarang tampil dalam kompetisi internasional karena Rusia terbukti memberikan doping demi meningkatkan stamina atlitnya.