REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Polisi Prancis dilaporkan tengah menyelidiki hilangnya Presiden Interpol Meng Hongwei (64 tahun) usai dia melakukan perjalanan dari Prancis ke negara asalnya Cina. Kementerian dalam negeri Prancis mengatakan, polisi Prancis juga telah mengamankan istri Meng Hongwei di bawah perlindungan setelah mendapatkan ancaman.
Kemendagri Prancis menyatakan, istri Meng menghubungi polisi Lyon setelah tidak mendengar kabar dari suaminya sejak 25 September. Dia mengakui juga menerima ancaman melalui telepon dan media sosial.
Seseorang yang akrab dengan penyelidikan itu mengatakan, asumsi yang digunakan penyelidik Barat adalah Meng telah menentang pemerintahan Cina dengan cara tertentu dan telah ditahan sebagai akibtanya.
"Prancis bingung dengan situasi Presiden Interpol dan prihatin tentang ancaman yang dibuat untuk istrinya," tulis pernyataan Kementerian Dalam Negeri Prancis seperti dikutip laman Reuters, Sabtu (6/10).
Sumber kepolisian Prancis mengatakan, istri Meng dan anak-anaknya tetap tinggal di Lyon, markas kepolisian internasional Prancis. Hal itu dilakukan sebagai perlindungan. "Pertukaran informasi dengan otoritas Cina masih berlanjut," ujar sumber kepolisian itu.
Belum jelas apa tujuan Meng pergi ke Cina. Namun, kepolisian Prancis berusaha menyelidiki kepastian hilangnya Meng.
Dalam beberapa tahun belakangan, terdapat beberapa kasus tentang pejabat senior Cina yang menghilang tanpa penjelasan. Namun dalam beberapa pekan atau bulan kemudiannya, pemerintah Cina mengumumkan mereka telah diselidiki, seringkali karena dugaan korupsi.
Badan Interpol sendiri mengatakan, mereka telah mengetahui laporan tentang dugaan Meng menghilang. "Ini adalah masalah bagi otoritas terkait di Prancis dan Cina," kata badan itu dalam sebuah pernyataan.
South China Morning Post yang berbasis di Hongkong mengutip sumber yang tidak disebutkan namanya menuliskan, Meng diinterogasi usai dia mendarat di Bandara Cina. Namun, tidak jelas alasannya.
Presiden Interpol itu disokong oleh pemerintah untuk tetap berada di pos asal mereka saat mewakili badan kepolisian internasional. Meng juga terdaftar di situs web Kementerian Keamanan Publik Cina sebagai wakil menteri. Namun Meng kehilangan kursinya di Komite Partai Komunis pada April.
Menurut situs Interpol, Meng memiliki pengalaman hampir 40 tahun dalam peradilan pidana dan kepolisian. Ia telah mengawasi hal-hal yang berkelindan dengan lembaga hukum, kontrol narkotika dan kontra-terorisme.
Staf interpol dapat membawa paspor khusus untuk membantu mempercepat penyebaran dalam situasi darurat. Namun paspor tersebut tidak akan memberi hak atau kekebalan khusus apa pun di negaranya.
Ketika Meng terpilih sebagai presiden Interpol pada November 2016, kelompok hak asasi manusia menyatakan keprihatinan bahwa Beijing mungkin mencoba memanfaatkan posisinya untuk mengejar pembangkang di luar negeri. Beijing pada masa lalu menekan negara-negara lain untuk menangkap dan mendeportasi warga Cina yang dituduh melakukan kejahatan, dari korupsi hingga terorisme.
Pada saat itu, Amnesty International menyebut pengangkatan Meng bertentangan dengan mandat Interpol dalam semangat Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.
Para diplomat mengatakan peran presiden Interpol sebagian besar bersifat seremonial, dengan pekerjaan sehari-hari yang dilakukan oleh sekjennya, Juergen Stock, beserta stafnya.