Senin 08 Oct 2018 13:59 WIB

Bumi akan Semakin Panas

Panel PBB untuk perubahan iklim digelar di Korea Selatan.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nur Aini
Ilustrasi cuaca panas.
Foto: AAP
Ilustrasi cuaca panas.

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Hasil penelitian PBB melaporkan antara 2030 sampai 2051 suhu udara dunia diperkirakan akan naik 1,5 celsius. Kenaikan suhu tersebut dipastikan terjadi jika negara-negara di seluruh dunia gagal mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menghentikan laju pemanasan global.

Panel Antarpemerintahan Perubahan Iklim PBB (IPCC) melakukan pertemuan pada pekan lalu di Incheon, Korea Selatan. Mereka menyelesaikan laporan yang diminta oleh negara-negara anggota pada Kesepakatan Paris 2015 lalu.

"Dengan hukum kimia dan fisika bisa membatasi pemanasan menjadi 1,5 celsius tapi untuk melakukan itu dibutuhkan perubahan yang belum pernah dilakukan sebelumnya, kata Ketua Panel, Jim Skea, Senin (8/10).

Laporan itu akan menjadi panduan sainstifik untuk para pembuat kebijakan agar bisa mengimplementasikan Kesepakatan Paris 2015. Poin utama kesepakatan tersebut adalah menjaga ambang batas suhu bumi di bawah dua derajat celcius dan berupaya menekan hingga 1,5 derajat Celcius di atas suhu bumi pada masa pra-industri.

Suhu udara sudah naik 1 derajat celsius dipertengahan 1800-an. Ketika industrialisasi meningkatkan emisi karbon diaoksida. Laporan IPCC menunjukkan kenaikan 1,5 derajat celicus masih berisiko bagi alam dan umat manusia tapi risikonya lebih rendah daripada kenaikan 2 derajat celsius.

Pertemuan tersebut menghasilkan saran kepada seluruh negara-negara anggota untuk melakukan perubahan secara cepat, menjangkau berbagai penjuru dan belum pernah dilakukan sebelumnya. IPCC menyarankan negara-negara anggota untuk mengubah cara mereka dalam mengggunakan lahan dan energi, serta membangun gedung, infrastruktur transportasi dan kota.

Laporan IPCC itu juga menunjukkan salah satu poin Kesepakatan Paris yang meminta negara-negara anggota untuk memotong emisi karbon mereka tidak akan mampu menghentikan kenaikan suhu tersebut. Meski pemotongan emisi dilakukan lebih besar dan ambius lagi setelah tahun 2030.

Untuk mempertahankan kenaikan 1,5 derajat celsius, karbondioksida hasil produksi manusia harus turun lebih dari 45 persen pada 2030. Diharapkan tidak ada lagi karbondioksida yang diciptakan manusia pada 2050.

Ringkasan laporan tersebut mengatakan agar bisa mempertahankan kenaikan suhu udara global sebanyak 1,5 derajat celsius, energi terbarukan harus bisa memenuhi kebutuhan listrik sebesar 70 sampai 80 persen pada 2050. Sementara saat ini, baru 25 persen energi terbaru memenuhi kebutuhan listrik di seluruh dunia.

Dengan menggunakan teknologi carbon capture and storage (CCS), yang mampu menghimpun dan menyimpan karbon maka penggunaan sumber daya gas alam akan turun menjadi 8 persen. Sementara, penggunaan batu bara akan turun antara 0 sampai 2 persen. Tapi dalam laporan tersebut tidak disebutkan apakah penggunaan sumber daya minyak juga bisa diturunkan atau tidak.

Jika rata-rata suhu udara naik 1,5 celsius maka teknik menghilangkan produksi karbon ini sangat dibutuhkan. Agar suhu udara bisa kembali turun dibawah 1,5 derajat celsius pada tahun 2100 nanti.

Tapi laporan tersebut mengatakan langkah-langkah seperti menanam hutan, menggunakan bioenergi atau CCS tidak terbukti ampuh dalam skala besar. Laporan IPCC juga menunjukkan langkah-langkah tersebut justru membawa sejumlah risiko lain.

Langkah-langkah lainnya seperti melemparkan kembali radiasi matahari ke luar angkasa juga tidak dianjurkan. Sebab, teknologinya pun belum memberikan kepastian.

Kenaikan 1,5 derajat celsius akan membuat ketinggian air laut 10 cm lebih rendah dibandingkan kenaikan 2 derajat celsius pada 2100 mendatang. Terumbu karang akan menurun 70 sampai 90 persen sementara jika naiknya 2 derajat terumbu karang akan punah sama sekali.

"Laporan ini menunjukkan kita (seluruh dunia) hanya memiliki peluang yang sangat kecil untuk menghindari kerusakan yang tak terbayangkan pada sistem iklim yang mendukung kehidupan seperti yang kita ketahui selama ini," kata Anggota dan ketua negosiasi untuk negara kepulauan kecil IPCC, Amjad Abdulla.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement