REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi berjanji akan meningkatkan transparansi dalam penanganan kasus Rohingya. Pernyataan tersebut disampaikan menjelang KTT regional para pemimpin Asia Tenggara di Tokyo, Senin (8/10).
Suu Kyi, yang pernah dikukuhkan sebagai pejuang hak asasi manusia, dianggap telah gagal mengungkap kebrutalan yang dilakukan militer negaranya terharap minoritas Rohingya di Myanmar.
"Saya siap mengakui bahwa kami memiliki tantangan dalam menghadapi ini, khususnya yang berkaitan dengan Rakhine dan perjuangan yang kami miliki bagi perdamaian. Kami tidak menyembunyikan fakta apapun dari teman-teman kami," kata Suu Kyi di hadapan sejumlah pengusaha Jepang, dikutip Arab News.
Baca juga, Militer Myanmar Sebut tak Ada Rohingya yang Terbunuh.
Suu Kyi juga sadar bahwa perdamaian dan stabilitas di negaranya sangat diperlukan untuk menarik investasi asing. "Kami memahami bahwa perdamaian, rekonsiliasi, harmoni, stabilitas, supremasi hukum, hak asasi manusia - semua ini harus dipertimbangkan ketika kami mencari lebih banyak investasi, untuk peluang ekonomi yang lebih besar," ujarnya.
Kampanye militer brutal yang dimulai sejak tahun lalu telah mendorong lebih dari 700 ribu Muslim Rohingya untuk melarikan diri dari Myanmar ke Bangladesh. Mereka sekarang tinggal di kamp-kamp pengungsian yang sempit dan takut untuk kembali ke Myanmar meskipun telah ada kesepakatan repatriasi.
Para pendukung Suu Kyi mengatakan tangannya terikat oleh militer yang masih memiliki pengaruh kuat di pemerintahan Myanmar. Militer mengontrol seperempat kursi parlemen dan tiga kementerian.