REPUBLIKA.CO.ID, XINJIANG -- Wilayah Xinjiang berupaya "melegalkan" kamp-kamp tawanan di mana satu juta muslim ditahan.
Dilansir the Guardian, Kamis (11/10), di tengah kritik internasional yang berkelanjutan, otoritas Cina telah merevisi undang-undang yang memungkinkan pemerintah daerah secara resmi mengizinkan penggunaan kamp untuk memenjarakan orang yang diduga terpapar ekstremisme.
Pihak berwenang Cina menyangkal adanya kamp penawanan. Pemerintah mengatakan mereka hanya mengirim orang-orang itu ke "pusat pelatihan" kejuruan. Mantan tahanan mengatakan mereka dipaksa untuk membenci Islam dan menyatakan kesetiaan kepada partai Komunis. Mereka menggambarkan kehidupan di kamp sebagai indoktrinasi politik.
"Ini adalah pembenaran retrospektif untuk penahanan massal orang-orang Uighur, Kazakh, dan minoritas Muslim lainnya di Xinjiang. Ini adalah bentuk baru dari pendidikan ulang yang belum pernah terjadi sebelumnya dan tidak benar-benar memiliki dasar hukum, dan saya melihat mereka berupaya untuk mencoba menciptakan dasar hukum atas kebijakan ini," kata James Leibold, seorang lulusan kebijakan etnis Cina di Melbourne La Trobe University.
Leibold mengatakan revisi itu adalah upaya untuk menangkis kritik internasional. Cina telah mengalami tekanan yang meningkat dari Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa. Khususnya setelah panel Perserikatan Bangsa-Bangsa bertemu dengan para diplomat Cina pada Agustus atas laporan penahanan sewenang-wenang dan langkah-langkah keamanan keras untuk umat Islam. Cina siap untuk ditinjau oleh dewan hak asasi manusia PBB pada November.
"Terlepas dari revisi ini saya masih percaya praktik menahan paksa Uighur dan minoritas Muslim lainnya di Xinjiang dalam 'pendidikan melalui pusat transformasi' tidak hanya melanggar hukum Cina tetapi juga norma hukum internasional terhadap perampasan kebebasan ekstra yudisial," kata Leibold.
Revisi, yang diterbitkan pada Selasa, mengatakan lembaga pemerintah di tingkat kabupaten dan di atasnya dapat membangun pusat pendidikan dan pelatihan ketrampilan kerja, organisasi transformasi pendidikan dan departemen manajemen untuk mengubah orang yang dipengaruhi oleh ekstremisme melalui pendidikan.
Klausul baru mengarahkan agar kamp-kamp mengajarkan bahasa Mandarin, memberikan pelatihan yang berhubungan dengan pekerjaan dan mengajarkan hukum, serta pendidikan ideologis, rehabilitasi psikologis, dan koreksi perilaku.
Undang-undang asli yang diterbitkan pada 2017 melarang pemakaian cadar, "pidato dan perilaku ekstrem" dan penolakan untuk mendengarkan siaran radio dan televisi publik.
Beijing telah menghabiskan puluhan tahun untuk mencoba menekan sentimen pro-kemerdekaan di Xinjiang yang didorong oleh masuknya migran dari mayoritas Han Cina. Pihak berwenang mengatakan ekstremes di wilayah itu memiliki hubungan dengan kelompok teror asing. Namun pemerintah Cina tidak memiliki bukti kuat untuk mendukung klaim tersebut.
Anggota Uighur, Kazakh, dan minoritas Muslim lainnya yang tinggal di luar negeri mengatakan mereka belum dapat menghubungi kerabat di Cina. Sementara pihak berwenang menempatkan anak-anak yang terpisah dari orang tua mereka yang ditahan atau diasingkan ke belasan panti asuhan yang dikelola negara di Xinjiang.