REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH — Arab Saudi berada di bawah tekanan sejak Jamal Khashoggi, seorang jurnalis berkewarganegaraan Amerika Serikat (AS), menghilang pada 2 Oktober lalu. Saudi menegaskan, akan ada tanggapan jika hilangnya Khashoggi memicu sanksi bagi mereka.
"Kerajaan menegaskan bahwa jika ada tindakan yang diambil terhadapnya, akan menanggapinya dengan tindakan yang lebih besar," ujar seorang pejabat Saudi yang tidak disebutkan namanya, sebagaimana dilansir dari Al Jazeera, Senin (15/10).
"Kerajaan menegaskan penolakan terhadap setiap ancaman dan upaya untuk mencelakainya dengan mengancam akan menjatuhkan sanksi ekonomi atau pelaksanaan tekanan politik," lanjut pejabat tersebut.
Pada Sabtu (13/10) lalu, Presiden AS Donald Trump bersumpah akan memberikan hukuman berat bagi Saudi jika ada bukti muncul membuktikan mereka memiliki peran dalam penghilangan Khashoggi.
Namun, Trump mengatakan, ia tidak akan menghentikan penjualan senjata senilai milaiaran dolar ke Riyadh.
Sementara itu, semakin banyak tokoh bisnis dan perusahaan mengatakan mereka akan memboikot konferensi investor penting di Arab Saudi akhir bulan ini sebagai reaksi atas hilangnya Khashoggi.
Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim, investor Inggris Richard Branson, dan Chief Executive Uber Dara Khosrowshahi adalah di antara tokoh terkemuka yang telah membatalkan perjalanan mereka ke Riyadh.
Menteri Keuangan AS Steve Mnuchin masih berencana menghadiri Konferensi Davos yang digelar Riyadh. Sebelumnya pada Ahad, BBC melaporkan bahwa Mnuchin dan Sekretaris Perdagangan Internasional Inggris, Liam Fox, mungkin tidak menghadiri pertemuan itu.
Ini menyusul kekhawatiran bahwa Arab Saudi bertanggung jawab atas kematian Khashoggi. Konferensi ini adalah bagian dari program visi 2030 Arab Saudi yang bertujuan mengurangi ketergantungan negara tersebut akan industri minyak.