Selasa 16 Oct 2018 13:23 WIB

Kelompok HAM Ragukan Penyelidikan Saudi Atas Kasus Khashoggi

Saudi membantah klaim pejabat keamanan Turki soal pembunuhan Khashoggi.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
Jamal Khashoggi.
Foto: AP
Jamal Khashoggi.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Kelompok hak asasi manusia (HAM) berbasis di Inggris, Campaign Against Arms Trade (CAAT) mengatakan, penyelidikan yang dilakukan otoritas Arab Saudi atas hilangnya Jamal Khashoggi tak dapat dipercaya. Hal itu berkaitan dengan banyaknya kasus pelanggaran HAM yang dilakukan Saudi, termasuk dalam perang Yaman.

"Saudi memiliki salah satu catatan HAM terburuk di dunia dan tidak dapat dipercaya untuk menyelidiki dirinya sendiri terkait pelanggaran," kata koordinator media CAAT Andrew Smith pada Senin (15/10), dikutip laman Al Araby.

Smith menuding, Saudi telah menunjukkan kediktatorannya melalui tindakan represif terhadap rakyatnya selama berpuluh-puluh tahun. "Dan melalui bencana kemanusiaan yang mengerikan yang telah menimpa Yaman," ujarnya.

Ia menilai, kasus hilangnya Khashoggi harus menjadi titik balik untuk mengubah polah Saudi. "Kami berharap tudingan terbaru dapat berfungsi sebagai titik balik," ucapnya.

Baca juga,  Ini Detik-Detik Hilangnya Khashoggi di Konsulat Saudi.

Pernyataan CAAT muncul setelah terdapat laporan yang menyebut Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud memerintahkan penyelidikan internal terkait hilangnya Khashoggi. Para kritikus menilai, langkah semacam itu dirancang agar Saudi terhindar dari tekanan internasional dan memunculkan kambing hitam dalam kasus Khashoggi.

Pada Kamis pekan lalu, juru bicara Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Ibrahim Kalin, mengumumkan tentang pembentukan tim investigasi gabungan untuk menangani kasus Khashoggi.

“Dalam kerangka kerja sama erat antara Turki dan Kerajaan Arab Saudi dan atas saran Kerajaan, tim kerja gabungan antara Turki dan Saudi akan dibentuk untuk menyelidiki kasus Jamal (Khashoggi) dalam semua aspeknya,” katanya.

Sebelumnya dilaporkan kepolisian Turki memiliki rekaman audio yang menunjukkan bahwa Khashoggi telah dibunuh saat mengunjungi konsulat jenderal Saudi di Istanbul. Namun Saudi telah berulang kali membantah hal tersebut.

Khashoggi, jurnalis Saudi yang kini menjadi kolumnis di the Washington Post, dilaporkan hilang saat mendatangi gedung konsulat jenderal Saudi di Istanbul, Turki, pada 2 Oktober. Belum ada yang tahu perihal keberadaan dan kondisinya saat ini. Kendati demikian, dugaan bahwa dia dibunuh telah berseliweran di media massa.

Surat kabar Turki, Daily Sabah, pada Rabu pekan lalu, telah memuat nama serta foto-foto dari 15 orang yang diduga terlibat dalam kasus hilangnya Khashoggi. Mereka berada di gedung konsulat jenderal Saudi di Istanbul pada 2 Oktober, yakni hari ketika Khashoggi dinyatakan hilang.

Salah satu terduga tersangka itu bernama Maher Abdulaziz M. Mutreb. Ia diketahui seorang perwira intelijen Saudi yang pernah ditempatkan di kedutaan Saudi di Inggris.

Selain Mutreb, nama lainnya yang diduga menjadi tersangka dalam kasus hilangnya Khashoggi adalah S. Muhammed A Tubaigy. Ia teridentifikasi sebagai pejabat forensik di Departemen Keamanan Umum Saudi. Semua terduga tersangka itu dilaporkan telah kembali ke Saudi.

Menteri Dalam Negeri Kerajaan Arab Saudi Abd al-Aziz bin Sa’ud bin Naif bin Abd al-Aziz telah menegaskan kembali bahwa negaranya tidak terlibat dalam kasus Khashoggi. Menurut dia, berbagai tudingan ditujukan kepada Saudi soal adanya instruksi membunuh Jamal adalah kabar dusta dan sama sekali tidak berdasar.

“Yang demikian itu (konspirasi pembunuhan) Ini bertentangan dengan prinsip Saudi yang memegang teguh ajaran, tradisi, dan menjaga hukum dan kesepakatan internasional,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement