Selasa 16 Oct 2018 14:18 WIB

Dubes Negara Arab Bahas Rencana Australia Akui Yerusalem

Langkah Australia dinilai merusak prospek perdamaian antara Palestina dan Israel.

Rep: Marniati/ Red: Nur Aini
Sebuah tanda di jembatan yang mengarah ke kompleks Kedutaan Besar AS menjelang pembukaan resmi di Yerusalem, Ahad (13/5). Pembukaan Kedutaan Besar AS pada hari ini, Senin (14/5), di Yerusalem yang diperebutkan oleh Israel dan Palestina.
Foto: Foto AP/Ariel Schalit
Sebuah tanda di jembatan yang mengarah ke kompleks Kedutaan Besar AS menjelang pembukaan resmi di Yerusalem, Ahad (13/5). Pembukaan Kedutaan Besar AS pada hari ini, Senin (14/5), di Yerusalem yang diperebutkan oleh Israel dan Palestina.

REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Para duta besar dari 13 negara Arab bertemu di Canberra pada Selasa (15/10). Duta besar Mesir untuk Australia Mohamed Khairat mengatakan pertemuan itu diadakan untuk menyikapi langkah Australia soal Yerusalem.

Menurut Khairat, negara Arab prihatin akan rencana Australia yang mempertimbangkan untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Ia menilai, langkah Australia tersebut dapat merusak prospek perdamaian antara Palestina dan Israel.

"Kami telah sepakat bahwa kami akan mengirim surat kepada menteri luar negeri yang mengungkapkan kekhawatiran kami tentang pernyataan semacam itu. Setiap keputusan seperti itu dapat merusak proses perdamaian. Ini akan memiliki implikasi yang sangat negatif pada hubungan antara Australia dan tidak hanya negara-negara Arab tetapi banyak negara Islam lainnya juga," katanya.

Sebelumnya, Perdana Menteri Australia Scott Morrison mengatakan Australia akan mempertimbangkan untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Australia juga akan memindahkan kedutaannya dari Tel Aviv ke Yerusalem.

Status Yerusalem adalah salah satu hambatan tersulit dalam kesepakatan damai antara Israel dan Palestina. Israel menganggap semua kota, termasuk sektor timur yang diambil alih setelah perang Timur Tengah 1967, sebagai ibu kotanya.

Desember lalu, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Kebijakan itu membuat marah orang-orang Palestina, dunia Arab, dan sekutu Barat.

Saat itu, Australia tegas untuk tidak mengikuti langkah Trump. Namun dalam perkembangan terbaru, Morrison mengaku mulai terbuka tentang Yerusalem. Tetapi Australia tidak akan mengubah kebijakannya untuk mendukung negara Palestina.

"Sifat ortodoks yang mendorong perdebatan ini yang mengatakan isu-isu seperti mempertimbangkan masalah ibu kota adalah tabu. Saya pikir kita harus menantang itu. Inti dari solusi dua-negara adalah dua negara yang diakui hidup berdampingan," kata Morrison.

Morrison mengaku mulai terbuka terhadap saran dari Dave Sharma, mantan duta besar Australia untuk Israel, bahwa Australia mendukung Yerusalem Barat sebagai ibu kota Israel dan Timur Yerusalem sebagai milik Palestina.

"Tidak ada keputusan yang diambil terkait dengan pengakuan ibukota atau pemindahan kedutaan. Tetapi pada saat yang sama, apa yang kami lakukan adalah terbuka terhadap saran itu," ujarnya.

Baca: Indonesia Ancam Tunda Perdagangan Australia Terkait Israel

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement