REPUBLIKA.CO.ID, Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah Donald Trump terhadap Palestina dinilai banyak menimbulkan bias. Kecondongan pemerintah Amerika Serikat terhadap sekutu abadinya, Israel, jelas sangat tidak menguntungkan Palestina.
Menurut Menteri Luar Negeri Palestina Riyad al-Maliki, kebijakan AS di antaranya mendukung pemindahan ibu kota, mereka klaim sebagai langkah mewujudkan perdamaian, namun nyatanya itu justru merusak perdamain itu sendiri.
“Kami pikir dia bagian dalam konflik dibandingkan pemecah masalah, semua yang ia lakukan melawan Palestina,” kata dia dalam kunjungannya ke Indonesia untuk Pekan Solidaritas Indonesia untuk Palestina.
Wartawan Republika.co.id, Lintar Satria Zulfikar, berkesempatan berbincang dengan Riyad, Selasa (16/10). Berikut sebagian kutipan lengkapnya yang bisa disimak secara utuh di Harian Republika, edisi Rabu (17/19):
Apa pendapat Anda tentang Presiden Donald Trump?
Apa yang saya pikirkan tentang Presiden Trump? Saya tidak tahu Presiden Trump ada Presiden Trump, Anda tahu dia terpilih oleh orang Amerika bukan dengan suara terbanyak Hillary Clinton.
Mr Trump banyak dipilih oleh penginjil, ultra-nasionalis, konservatif kulit putih. Dia dari latar belakang yang berbeda, tidak tahu apa-apa tentang politik, Anda bisa tahu dengan sangat jelas dari pernyataan-pernyataannya.
Dia buat tim khusus dalam proses ini yang terdiri dari orang-orang Yahudi, yang memiliki koneksi terhadap Israel, sesama Yahudi, jadi mereka sepenuhnya bias, mereka memfavoritkan Israel dibandingkan Palestina.
Jadi apa pun yang mereka lakukan tidak terlalu membantu, nasihat mereka kepada presiden akan menempatkan Amerika ke situasi yang kaku, mereka mendorong melalui nasihat mereka kepada presiden untuk mengisolasi Amerika, untuk menghancurkan situasi saat ini, mendorong Amerika keluar dari pendekatan multilateral dan memfokuskan bilateral yang sangat destruktif.
Lalu bagaimana Anda menilai kebijakan Trump terhadap Palestina?
Dalam hal Palestina, dia masih percaya apa yang telah dilakukan adalah sesuatu yang bagus untuk proses perdamaian. Ini pikiran yang sangat aneh. Tapi sebetulnya dia sepenuhnya mengeluarkan Amerika dalam upaya menciptakan perdamaian. Kami pikir dia bagian dalam konflik dibandingkan pemecah masalah, semua yang ia lakukan melawan Palestina.
Tapi saya menghargai pilihan demokrasi orang-orang Amerika dengan memilih Presiden Trump. Anda harus menerima realita dan menghadapinya, mencoba untuk menghindari kemungkinan terburuk, kami memperkuat diri mempertahankan Tanah Air kami, dan berharap yang terbaik.
Dalam kunjungan kali ini, Anda bertemu dengan Presiden Joko Widodo. Apa yang Anda bicarakan?
Jika beliau ingin Anda tahu, tentu beliau sendiri yang akan mengatakannya. Saya tidak mau membocorkannya. (Sang menlu tersenyum).
Tapi saya bisa beritahu apa yang saya katakan kepadanya. Saya sangat mengapresiasi dengan pendirian, posisi dan dukungan Indonesia selama bertahun-tahun ini. Saya juga menyampaikan salam dari presiden kami, dan undangan dari presiden kami kepada beliau dan pemerintahannya untuk mengunjungi Palestina.
Kami bicara tentang dukungan Indonesia membantu Palestina, saya menceritakan kepada beliau tentang situasi terkini di Palestina, apa kesulitan yang kami hadapi saat ini setelah dana UNRWA dipotong, kantor PLO di (AS) ditutup, kebijakan Presiden AS Donald Trump menempatkan duta besarnya di Yerusalem, mengakui kota itu sebagai ibu kota Israel, memotong bantuan untuk Israel, memotong bantuan ke Pemerintah Palestina. Kami juga berterima kasih kepada Indonesia setelah membantu kami, dan kami membahas tentang aktivitas di Bandung.
Beliau senang dan pada waktu yang sama beliau sangat khawatir dengan apa yang terjadi di Palestina, sangat sedih dengan apa yang di Palestina. Dan beliau mengulangi komitmennya untuk Palestina.