REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL - Korea Selatan (Korsel) menolak memberikan status pengungsi kepada 481 warga Yaman pada Rabu (17/10). Penolakan itu dilakukan beberapa bulan setelah kedatangan mereka di pulau Jeju memicu protes warga setempat.
Sekitar 481 orang dari negara Timur Tengah yang dilanda konflik tiba di Jeju awal tahun ini. Mereka mengambil keuntungan dari akses bebas visa yang ditawarkan pulau itu untuk mendorong pariwisata.
Kedatangan mereka memicu gelombang sentimen anti-imigran di Korsel. Hanya sekitar empat persen dari populasi di pulau itu yang berasal dari negara lain, kebanyakan dari Cina dan Asia Tenggara.
Korsel biasa memberikan status pengungsi hanya kepada sebagian kecil dari mereka yang mengajukan permohonan. Aturan pembebasan visa Jeju dengan cepat berubah untuk mengecualikan Yaman.
Kementerian Kehakiman Korsel mengatakan, dari 481 warga Yaman yang secara resmi mengajukan permohonan suaka, 34 di antaranya langsung ditolak pada Rabu (17/10). Sementara 339 lainnya diberi izin tinggal karena alasan kemanusiaan dan 85 orang masih ditangguhkan keputusannya.
Mereka yang diizinkan tinggal, bisa menetap di Korsel selama setahun. Sedangkan mereka yang pengajuannya ditolak secara langsung, dapat mengajukan banding.
Dilansir dari New Strait Times, bulan lalu, 23 orang yang sebagian besar anak-anak dan perempuan hamil, juga diberi izin tinggal. Izin tersebut perlu diperbarui setiap 12 bulan dan dapat ditolak jika situasi keamanan di Yaman dianggap telah membaik.
Sejak 1994, Korsel hanya menyetujui 4,1 persen permohonan suaka. Aturan itu tidak berlaku untuk warga Korut, yang secara otomatis langsung dianggap sebagai warga negara korsel.