Kamis 18 Oct 2018 19:31 WIB

Intelijen Peringatkan Australia Bahaya Pengakuan Yerusalem

PM Morrison berencana memindahkan Kedubes Australia ke Yerusalem.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Scott Morrison sekarang menjadi perdana menteri australia yang baru menggantikan Malcolm Turnbull.
Foto: ABC
Scott Morrison sekarang menjadi perdana menteri australia yang baru menggantikan Malcolm Turnbull.

REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Badan mata-mata Australia, yakni Australia Eyes Only (Austeo), memperingatkan rencana Perdana Menteri Australia Scott Morrison memindahkan kedutaan besar negaranya untuk Israel ke Yerusalem. Menurut Austeo, hal itu dapat memicu pergolakan dan kericuhan di wilayah-wilayah Palestina, termasuk Tepi Barat dan Jalur Gaza.

Peringatan Austeo itu tersebar setelah the Guardian Australia memperoleh buletin milik Australia Security Intelligence Organisation (ASIO). Buletin yang ditandai "rahasia" oleh Austeo itu diedarkan pada 15 Oktober, yakni sehari sebelum Morrison mengumumkan rencananya memindahkan kedutaan Australia ke Yerusalem.

"Kami mengharapkan setiap pengumuman tentang kemungkinan pemindahan kedutaan besar ke Yerusalem atau pertimbangan pemungutan suara menentang Palestina di PBB dapat memprovokasi protes, kerusuhan, dan mungkin beberapa kekerasan di Tepi Barat dan Jalur Gaza," kata Austeo dalam buletin ASIO.

Dalam buletin itu, Austeo turut memperingatkan tentang adanya kemungkinan kepentingan Australia menjadi target protes bila pemindahan kedutaan untuk Israel ke Yerusalem benar-benar terlaksana. Austeo juga menyoroti tentang kemungkinan adanya aksi protes di dalam negeri walaupun tidak mengarah pada aksi kekerasan.

Selain itu, Austeo menyebut ASIO tidak menyadari ancaman khusus terhadap kepentingan Yahudi di Australia. Walaupun secara umum, kepentingan Israel dan Yahudi memang selalu menjadi target abadi kelompok-kelompok ekstremis.

"Sementara sejumlah kecil orang yang berbasis di Australia mempertahankan ideologi ekstremis Islamis keras yang mencakup elemen anti-Semit yang kuat, kami tidak menyadari ancaman teroris tertentu atau terpercaya untuk Israel atau kepentingan Yahudi di Australia," kata Austeo.

Sementara itu, Morrison telah menegaskan saat ini belum ada bukti tentang kekerasan yang direncanakan sebagai konsekuensi perubahan kebijakan Timur Tengah, termasuk perihal pemindahan kedutaan besar Australia untuk Israel ke Yerusalem. Hal itu pun telah dia sampaikan kepada ASIO.

Mantan perdana menteri Australia John Howard mendukung rencana atau pertimbangan Morrison memindahkan kedutaan besar negaranya untuk Israel ke Yerusalem. "Masuk akal (bila) Anda harus memiliki kedutaan negara Anda di ibu kota negara, di mana kedutaan itu berada," katanya.

Howard menilai, tidak ada yang aneh atau ekstrem dari rencana Morrison. "Ini tetap pandangan saya bahwa Israel telah melangkah lebih dari separuh jalan dalam upaya mengakomodasi solusi dua negara," ujarnya.

Kendati demikian, tak sedikit pula kalangan di Australia yang mencemaskan rencana Morrison. Pertimbangan utamanya adalah dampak terhadap hubungan bilateral Australia dengan Indonesia. Pemindahan kedutaan besar Australia ke Yerusalem diyakini akan merusak hubungan bilateral Indonesia-Australia. Sebab Indonesia selalu memperjuangkan hak dan kemerdekaan Palestina.

The Seven Network melaporkan, sehari sebelum Morrison mengumumkan rencana pemerintahannya memindahkan kedutaan besar untuk Israel ke Yerusalem, Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi telah mengirim pesan singkat ke Menteri Luar Negeri Australia Marise Payne.

Dalam pesannya kepada Payne, Menlu Retno meluapkan kekecewaan dan kemarahannya atas rencana Morrison mengumumkan niat pemerintahannya memindahkan kedutaan ke Yerusalem.

"Apakah ini benar-benar diperlukan untuk melakukan ini pada Selasa (16/10)?," kata Menlu Retno merujuk pada hari Morrison mengumunkan rencanya memindahkan kedutaan ke Yerusalem.

"Ini akan menampar wajah Indonesia dalam masalah Palestina. Ini akan mempengaruhi hubungan bilateral," kata Menlu Retno menambahkan.

Pada Desember 2017, Presiden Amerika Serikat (AS) mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Keputusan itu dikecam berbagai negara, terutama negara-negara Arab dan Muslim, termasuk Indonesia.

Keputusan AS dinilai melanggar berbagai resolusi internasional terkait Yerusalem. Di sisi lain, hal itu memperlemah solusi dua negara Palestina-Israel.

Setelah pengakuan, AS memutuskan memindahkan kedutaan besarnya untuk Israel ke Yerusalem pada Mei lalu. Langkah itu kemudian diikuti oleh Guatemala. Sejauh ini hanya AS dan Guatemala yang memindahkan kedutaan besarnya untuk Israel ke Yerusalem.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement