REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Prancis telah membekukan beberapa kunjungan politik ke Arab Saudi. Pembekuan sehubungan dengan kasus hilangnya wartawan Arab Saudi Jamal Khashoggi.
Ketika berbicara dalam satu taklimat di Brussels, Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan perlu ada penjelasan mengenai hilangnya Khashoggi. "Informasi yang diterima sejauh ini sangat serius dan mengkhawatirkan," kata Macron seperti dilaporkan kantor berita Anadolu.
Ia mengatakan keputusan tersebut dibuat melalui koordinasi dengan negara lain Eropa, termasuk Inggris, Jerman, dan Belanda. Sebagai bagian dari keputusan itu, Macron mengatakan, satu perjalanan yang direncanakan oleh Menteri Keuangan Bruno Le Maire ke Ibu Kota Arab Saudi, Riyadh, untuk menghadiri konferensi ekonomi telah dibatalkan.
Ketika menjawab pertanyaan mengenai hubungan dengan Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman, Macron mengatakan hubungan bilateral antara kedua negara akan berlanjut.
Khashoggi telah hilang sejak 2 Oktober, ketika ia memasuki Konsulat Arab Saudi di Istanbul, Turki. Pada hari hilangnya Khashoggi, 15 lagi warga neara Arab Saudi, termasuk beberapa pejabat, tiba di Istanbul dengan naik dua pesawat dan mengunjungi Konsulat itu saat Khashoggi masih berada di dalamnya, kata beberapa sumber polisi Turki.
Semua orang yang diidentifikasi tersebut telah meninggalkan Turki sejak itu. Pada Rabu, satuan penyelidik lokasi kejadian tiba di kediaman resmi Konsul Jenderal Arab Saudi Mohammad Al-Otaibi sekitar pukul 16.40 waktu setempat (20.40 WIB). Al-Otaibi telah meninggalkan Turki menuju Riyadh pada Selasa.
Para pejabat dari tim gabungan Turki-Arab Saudi menyelesaikan penyelidikan mengenai kasus tersebut pada Kamis pagi, setelah menggeledah kediaman serta Konsulat Arab Saudi di Istanbul. Pada Jumat, seorang komentator politik dan sivitas akademika terkenal yang berpusat di Inggris, Dr Daud Abdullah, mengatakan masyarakat internasional mesti menjatuhkan sanksi diplomatik atas Arab Saudi sehubungan dengan dugaan pembunuhan Khashoggi.
"Ada masalah pertanggung-jawaban pidana bagi mereka yang memerintahkan itu (dugaan pembunuhan Khashoggi) dan bagi mereka yang melakukannya," kata Abdullah, yang juga adalah Direktur Pemantau Timur Tengah di London.
Ketika berbicara dengan saluran barita Sky News, Abdullah membuat persamaan antara dugaan pembunuhan di Konsulat Arab Saudi di Istanbul tersebut dengan serangan zat syaraf di Salisbury, Inggris. "Juga ada keperluan bagi sanksi diplomatik seperti yang kita lihat dijatuhkan atas Rusia dalam urusan Salisbury," kata Abdullah.
"Tak bisa diterima bahwa kita melakukan ini kepada Rusia setelah tindakan meracuni di Salisbury, pelanggaran atas kedaulatan Inggris," katanya.
Serangan zat syaraf Salisbury ditujukan kepada mantan mata-mata Rusia Sergei Skripal dan putrinya Yulia Skripal pada awal tahun ini. Abdullah mengatakan ia terakhir kali bertemu dengan Khashoggi dalam satu konferensi pada September di London.
Ia menambahkan tindakan wartawan itu untuk mengasingkan diri membuktikan kekhawatirannya kepada Pemerintah Arab Saudi. Sebab, Khashoggi adalah pengeritik terbuka Pemerintah Arab Saudi.