REPUBLIKA.CO.ID, TAIPEI -- Ribuan demonstran pro-kemerdekaan berunjuk rasa di ibu kota Taiwan, Taipei, Sabtu (20/10). Mereka memprotes tindakan keras Beijing dan menyerukan referendum agar Taiwan secara resmi merdeka dari Cina.
Unjuk rasa ini merupakan salah satu yang terbesar pada tahun ini. Unjuk rasa diselenggarakan oleh sebuah kelompok yang disebut Formosa Alliance yang didirikan enam bulan lalu. Para pengunjuk rasa berkumpul di dekat markas Partai Democratic Progressive (DPP) yang merupakan partai Presiden Tsai Ing-wen.
Juru bicara Formosa Alliance, Kenny Chung mengaku begitu mengapresiasi jumlah peserta dalam aksi ini. Hubungan Taiwan dengan Cina telah memburuk sejak Tsai menjabat pada 2016. Cina mencurigai dia ingin mendorong kemerdekaan resmi.
Cina mengangap Taiwan sebagai provinsi yang membangkang. Cina selalu menggunakan kekuatan untuk membawa Taiwan yang demokratis di bawah kendalinya. Tahun ini, Cina meningkatkan tekanan militer dan diplomatik, melakukan latihan militer udara dan laut di sekitar pulau dan membujuk tiga dari beberapa pejabat pemerintah untuk melepaskan dukungan mereka.
Para pengunjuk rasa mengatakan pemerintah Tsai harus mendorong kembali Beijing. Mereka menganjurkan referendum kemerdekaan. Beberapa demonstran membawa plakat bertuliskan: “Tak ada lagi perundungan; tidak ada lagi pencaplokan".
Pemilihan presiden berikutnya tidak sampai 2020. Tetapi partai yang berkuasa akan menarik beberapa indikasi dukungan dari pemilihan wilayah di seluruh pulau yang akan berlangsung pada akhir November.
Tsai mengatakan pekan lalu dia akan mempertahankan status quo dengan Beijing. Tetapi dia juga berjanji meningkatkan keamanan nasional Taiwan dan tidak akan tunduk pada penindasan Cina.
Pemerintah Cina marah dengan rencana pemerintah Taiwan yang akan mengadakan referendum bulan depan untuk memutuskan apakah akan menggunakan nama "Taiwan" atau "Cina Taipei" dalam olimpiade akan datang. Nama yang disepakati di bawah kompromi yang terjadi pada akhir 1970-an.