Rabu 24 Oct 2018 14:57 WIB

Donald Trump: AS akan Kembangkan Senjata Nuklir

Senjata nuklir AS untuk menekan Rusia dan Cina.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump
Foto: AP Photo/Andrew Harnik
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan negaranya siap meningkatkan persenjataan nuklirnya. Hal itu dilakukan guna menekan Rusia dan Cina.

Trump menjelaskan, keputusan AS untuk membangun persenjataan nuklir dipengaruhi tindakan Rusia yang tak menaati perjanjian Intermediate-range Nuclear Forces Treaty (INF). Perjanjian itu ditandatangani AS dan Uni Soviet pada 1987.

Dalam perjanjian itu, AS dan Rusia dilarang memproduksi, memiliki, dan menguji coba rudal nuklir dengan daya jangkau 500-5.500 kilometer. Akhir pekan lalu, Trump mengumumkan akan menarik AS dari perjanjian INF.

"Rusia belum menaati perjanjian (INF). Sampai orang-orang sadar, kami memiliki lebih banyak uang daripada yang lain sejauh ini, kami akan membangunnya (senjata nuklir)," kata Trump kepada awak media di Gedung Putih pada Senin (22/10).

"Sampai mereka sadar. Ketika mereka melakukannya, maka kita semua akan menjadi pintar dan kita semua akan berhenti," kata Trump menambahkan.

Ia mengungkapkan AS akan mengembangkan senjata setara dengan yang dibangun Rusia dan Cina. Trump mengatakan rencana itu dapat dibatalkan bila kedua negara tersebut menghentingan pengembangan senjata nuklirnya.

Cina sebenarnya tidak menjadi bagian dari perjanjian INF. Namun menurut Trump, Beijing patut dimasukkan ke dalam perjanjian itu.

Trump pun sempat ditanya apakah langkahnya mengembangkan senjata nuklir merupakan ancaman terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin. "Ini adalah ancaman bagi siapapun yang Anda inginkan, dan itu termasuk Cina, Rusia, serta orang lain yang ingin memainkan permainan itu," jawab Trump.

Penasihat keamanan nasional AS John Bolton juga telah melakukan kunjungan ke Moskow. Dalam kunjungannya, Bolton bertemu Sekretaris Dewan Keamanan Rusia Nikolai Patrushev dan Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov.

Dalam komentar yang dirilis setelah pertemuan tersebut, Bolton membantah tuduhan Rusia yang menyebut rencana AS hengkang dari INF merupakan cara untuk memeras mereka. Bolton menyatakan Rusia telah melanggar komitmennya di bawah perjanjian INF.

Menurut Bolton, dalam beberapa kasus, perjanjian bilateral tidak lagi memenuhi kenyataan saat ini sebab situasinya berbeda jauh dengan era Perang Dingin. Bolton menyebut kini beberapa negara telah mengembangkan rudal nuklir jarak menengah. Selain Rusia, menurut Bolton, Cina dan Korea Utara (Korut) juga telah melakukan hal itu.

Sementara itu, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov menyebut rencana Trump menarik AS dari perjanjian INF menjadi masalah serius bagi Rusia. "Tindakan semacam itu dapat membuat dunia menjadi lebih berbahaya," katanya.

Peskov menjelaskan Putin telah berulang kali memperingatkan, bila perjanjian INF dibubarkan, Moskow akan mengambil langkah-langkah militer tertentu. "Menghilangkan ketentuan perjanjian INF memaksa Rusia mengambil langkah-langkah untuk keamanannya sendiri karena apa yang menghapus perjanjian INF?," ucap Peskov.

"Ini berarti bahwa AS tidak menyembunyikan, tapi secara terbuka mulai mengembangkan sistem ini di masa depan. Jika sistem ini sedang dikembangkan, maka tindakan diperlukan dari negara lain, dalam hal ini Rusia, untuk memulihkan keseimbangan di bidang ini," ujar Peskov menjelaskan.

Selain Rusia, Uni Eropa pun mencemaskan rencana AS hengkang dari INF. Uni Eropa menilai INF merupakan pilar arsitektur keamanan Benua Biru. "AS dan Rusia perlu tetap terlibat dalam dialog konstruktif untuk mempertahankan perjanjian INF. Dunia tidak membutuhkan pelombaan senjata yang baru," ujar juru bicara Uni Eropa Maja Kocijancic.

Trump dan Putin akan bertemu di Paris, Prancis, pada 11 November mendatang. Keduanya akan menghadiri peringatan 100 tahun berakhirnya Perang Dunia I. Momen itu diperkirakan akan dimanfaatkan keduanya untuk membahas masalah INF.

AS telah cukup lama bersikeras menuding Rusia melanggar kesepakatan INF karena mengembangkan rudal jarak menengah baru yang disebut Novator 9M729. Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) mengenal rudal itu sebagai SSC-8. Rudal itu diyakini memungkinkan Rusia meluncurkan serangan nuklir ke negara-negara anggota NATO dalam waktu singkat.

Rusia telah menyangkal tuduhan itu. Namun pada Juli lalu, NATO menyatakan Rusia telah gagal memberikan jawaban yang dapat dipercaya terkait rudal tersebut. NATO menyimpulkan penilaian yang paling masuk akal adalah Rusia melanggar INF.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement