REPUBLIKA.CO.ID, Pusat sekolah kejuruan itu mungkin terlihat seperti sekolah modern biasa. Murid-murid bersekolah tampak gembira saat mereka belajar bahasa Cina Mandarin.
ereka juga giat mempelajari keterampilan dan melakukan hobi, seperti berolahraga dan menari tarian daerah. Namun, agaknya semua itu hanya terlihat di siaran televisi milik Pemerintah Cina.
Laman Aljazirah melaporkan, sebuah departemen yang mengurusi fasilitas di Perfektorat Hotan di Xinjiang melakukan pembelian yang tidak biasa. Bahkan, barang yang dibeli itu nyaris tidak ada hubungannya dengan pendidikan. Sebut saja pembelian itu meliputi 2.768 pentungan, 550 alat kejut listrik, 1.367 pasang borgol, dan 2.792 kaleng gas air mata.
Daftar belanja tersebut masuk dalam sederet permintaan yang diajukan pemerintah daerah di Xinjiang sejak awal 2017. Semua itu terkait dengan pembangunan dan manajemen sistem yang kini makin meluas, yaitu "pusat pendidikan dan pelatihan kejuruan".
Keberadaan barak tawanan untuk Muslim Uighur di Xinjiang, Cina, masih menuai perdebatan. Dilansir BBC, Rabu (24/10), pada 12 Juli 2015 tempat yang diduga sebagai barak tersebut belum terlihat keberadaannya. Gambar satelit hanya menunjukkan lahan kosong. Saat itu rasanya tidak mungkin untuk memulai penyelidikan atas salah satu masalah hak asasi manusia yang paling mendesak pada masa kini.
Namun, tidak kurang dari tiga tahun kemudian atau pada 22 April 2018, foto satelit dari lokasi yang sama menunjukkan sesuatu yang baru. Sebuah bangunan ditutupi dengan dinding eksterior sepan jang 2 km diselingi oleh 16 menara pen jaga.
Laporan bahwa Cina mengoperasikan sistem barak tawanan untuk Muslim di Xinjiang mulai muncul tahun lalu. Foto satelit itu ditemukan oleh para peneliti yang mencari bukti sistem itu pada pe rangkat lunak pemetaan global Google Earth.
Ini menempatkan lokasi barak di luar kota kecil Dabancheng, sekitar satu jam perjalanan dari ibu kota Provinsi Xinjiang, Urumqi. Untuk dapat masuk ke wilayah ini tidaklah mudah. Penjagaan yang dilakukan pihak keamanan begitu ketat.
Beijing sebelumnya telah menyangkal keberadaan tempat itu. Namun, kecaman global, termasuk dari PBB dan Amerika Serikat (AS), memicu serangan kata-kata. Propaganda pemerintah berkeras bahwa pusat-pusat itu ditujukan untuk melawan penyebaran separatisme, kekerasan, dan "ekstremisme" agama melalui pendidikan dan pelatihan kerja.
Namun, dari 1.500 dokumen pemerintah yang tersedia untuk publik— mulai dari tender dan anggaran hingga laporan kerja resmi—menunjukkan bahwa pusat-pusat tersebut dijalankan lebih seperti penjara daripada sekolah. Menurut dokumen itu, ribuan penjaga dilengkapi dengan gas air mata, senjata, dan stun gun.
Siswa dijaga ketat di fasilitas yang dikelilingi dengan kawat berduri dan kamera inframerah. "Barak tersebut harus mengajar seperti sekolah, dikelola seperti militer, dan dibuat seperti penjara," kata satu dokumen, mengutip Sekretaris Partai Komunias Xinjiang Chen Quanguo.