REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Kecelakaan pesawat Lion Air yang diyakini telah menewaskan 189 orang telah menimbulkan pertanyaan tentang rekam jejak maskapai itu pada keselamatan penerbangan. Rekam jejak Lion Air tidak terlalu mengesankan jika menyangkut keselamatan.
Terlepas dari popularitasnya di Indonesia, Lion Air memiliki serangkaian insiden keselamatan dan keamanan yang menghiasi sejarah operasinya selama 18 tahun. Perusahaan induk Lion Air juga memiliki maskapai lain - yang mengoperasikan dua penerbangan sehari antara Australia dan Indonesia.
Dari 2002 hingga 2013, setidaknya ada 19 insiden yang melibatkan Grup Lion di Indonesia. Hal itu termasuk yang paling serius:
- 14 Januari 2002: Lion Air nomor penerbangan 386 jatuh setelah mencoba lepas landas. Semua orang selamat tetapi seluruh pesawat rusak.
- 30 November 2004: Penerbangan Lion Air 538 jatuh di Surakarta, menewaskan 25 orang.
- 4 Maret 2006: Lion Air dengan nomor penerbangan 8987 jatuh setelah mendarat dan tergelincir dari landasan pacu. Tidak ada yang meninggal tetapi pesawat itu rusak berat.
- 13 April 2013: Lion Air penerbangan 907 melampaui jalur pendaratan dan jatuh ke air di dekat Denpasar. Penumpang dan kru dievakuasi.
Lion Air dilarang terbang ke Amerika Serikat dan Uni Eropa pada 2007, tetapi kedua larangan itu telah dicabut.
Mantan konsultan penerbangan yang kini menjabat komisaris Nauru Airlines Corporation, Trevor Jensen, mengatakan setiap celah dalam manajemen dan prosedur keselamatan harus diselidiki.
"Ketika Anda melihat sejarahnya, Anda harus mengajukan pertanyaan. Ketika Anda mengalami kegagalan yang konsisten, seperti yang telah kita lihat, pertanyaan-pertanyaan perlu diajukan," kata Jensen.
Pertanyaan tentang pesawat, Boeing 737 MAX 8 yang baru, juga muncul. Pesawat itu diterbangkan untuk pertama kalinya pada 15 Agustus, dan disertifikasi layak terbang oleh maskapai penerbangan itu sebelum penerbangan pada Senin (29/10) oleh seorang insinyur yang merupakan spesialis dalam model pesawat Boeing.
CEO Lion Air, Edward Sirait, mengatakan bahwa pesawat itu sempat mengalami masalah lain pada penerbangan sebelumnya dari Bali ke Jakarta, tetapi mengatakan bahwa masalah itu telah "diselesaikan sesuai prosedur".
Mengenai kecelakaan itu, Edward Sirait mengatakan: "Kami juga bingung tentang alasannya, karena itu adalah pesawat baru".
Jensen mengatakan para peneliti pasti akan mengamati sistem data udaranya.
"Kecepatan dan ketinggian Anda membutuhkan tekanan statis dan dinamis. Panel-panel itu ada di sisi pesawat," katanya.
Jensen mengatakan jika pemeliharaan semalam tidak mencabut semua pengikat di pesawat, panel bisa diblokir.
"Ketika Anda melihat jalur penerbangan yang dilaluinya, ada konsistensi dengan kecepatan dan ketinggian udara yang tak bisa diandalkan," katanya.
Simak berita ini dalam bahasa Inggris di sini.