REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mengadopsi resolusi tahunan ke-27 yang menyerukan diakhirinya embargo ekonomi AS terhadap Kuba.
Pemungutan suara PBB dapat memberikan beban politik ke Paman. Namun hanya Kongres AS yang dapat mengangkat embargo yang telah berlangsung selama lebih dari 50 tahun itu. Sebanyak 189 negara memberikan suara dukungan. AS dan Israel memilih untuk menentang resolusi itu. Sementara Ukraina dan Moldova tidak memilih.
Duta Besar AS untuk PBB, Nikki Haley, mengatakan kepada Majelis Umum bahwa resolusi itu adalah peluang bagi negara-negara lain untuk melawan Amerika Serikat.
"Anda tidak menyakiti Amerika Serikat ketika Anda melakukan ini. Anda benar-benar menyakiti rakyat Kuba dengan memberi tahu rezimnya bahwa perlakuan mereka terhadap rakyat mereka dapat diterima," kata Haley menjelang pemungutan suara.
Baca juga, Sejarah Hari Ini, AS Umumkan Blokade Terhadap Kuba.
AS secara konsisten menentang resolusi PBB selama 24 tahun. Namun AS pernah abstain untuk pertama kalinya pada 2016 di bawah kepemimpinan mantan presiden Barack Obama. Saat itu Washington dan Havana menjalin hubungan yang lebih dekat.
Namun hubungan kedua negara telah semakin memburuk sejak Presiden AS Donald Trump berkuasa pada Januari 2017. Ia kembali ke konflik Perang Dingin dengan Kuba dan memperketat pembatasan perdagangan serta perjalanan yang telah diredakan oleh Obama.
Tahun lalu AS juga menentang resolusi PBB itu bersama dengan sekutunya, Israel. Namun anggota tetap Majelis Umum PBB yang berjumlah 191 negara menyatakan mendukung.
Tahun ini, AS mengusulkan delapan amandemen terhadap resolusi tersebut, termasuk menyerukan Kuba untuk memberikan hak-hak sipil, politik, dan ekonomi kepada warga negaranya yang diakui secara internasional. Kuba juga harus memberikan kebebasan, termasuk kebebasan berkumpul, kebebasan berekspresi, dan akses ke informasi.
Tetapi semua amandemen itu gagal dilakukan setelah lebih dari 113 negara menentangnya. Hanya AS, Israel, dan Ukraina yang mendukung kedelapan amandemen itu. Sementara lebih dari 65 negara lainnya abstain.
Menteri Luar Negeri Kuba Bruno Rodriguez mengatakan pada Kamis (1/10), Pemerintah AS tidak memiliki otoritas moral untuk mengkritik Kuba dan negara lain tentang hak asasi manusia. "Embargo adalah pelanggaran terhadap tujuan dan prinsip-prinsip Piagam PBB dan hukum internasional.Ini adalah tindakan agresi dan tindakan perang ekonomi, yang mengganggu perdamaian dan ketertiban internasional," papar Rodriguez.
Bulan lalu, AS meluncurkan kampanye di PBB yang dirancang untuk menyoroti nasib para tahanan politik Kuba. Para diplomat Kuba dan Bolivia mengecam kampanye itu dengan berteriak dan memukul meja.