Ahad 04 Nov 2018 19:04 WIB

Khamenei: AS Telah Dikalahkan Lebih dari 40 Tahun Lalu

Khamenei menilai sanksi AS akan mendapat tantang dari berbagai negara di dunia.

Rep: Lintar Satria/ Red: Teguh Firmansyah
Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei
Foto: AP
Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei mengatakan, sanksi Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump ke negaranya akan mendapat tantangan dari berbagai negara di seluruh dunia. AS memberlakukan sanksi yang ditujukan kepada sektor perminyakan dan perbankan Iran mulai 5 November.

"Dunia menentang setiap keputusan yang dibuat oleh Trump, tujuan Amerika adalah membangun kembali dominasi yang pernah mereka miliki tapi gagal, Amerika telah dikalahkan oleh Republik Islam Iran lebih dari 40 tahun yang lalu," kata Khamenei, seperti dilansir dari The Guardian, Ahad (4/11).

Khamenei mengatakan, AS mencoba mendapatkan dominasi mereka di Iran sebelum 1979. Menurutnya AS telah gagal meraih tujuan mereka tersebut setelah revolusi pada tahun 1979. Rakyat Iran mengguling pemerintahan Shah yang didukung AS.

Pada Sabtu (3/11), lalu Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memuji Trump atas sanksi yang diberlakukan kepada musuh bersama mereka. Netanyahu mengatakan sanksi sangat dibutuhkan saat ini. "Terimakasih Presiden Trump, atas pergerakan bersejarah ini, sanksi ini sangat dinantikan," kata Netanyahu.

Sanksi AS ini akan membatasi sektor perbankan dan perminyakan Iran sebagai upaya mengendalikan kegiatan nuklir dan peluru kendali negara tersebut. Dalam unggahannya di media sosial Twitter Trump menulis tentang sanksi Iran ini dengan gaya salah satu serial terkenal Game of Thrones.

"Selama bertahun-tahun saya sudah meminta sanksi untuk Iran rezim teroris pembunuh yang mana menjadi ancaman bagi seluruh dunia diberlakukan lagi," tulis Trump.

Pada Senin (29/10) lalu, Pemerintah AS sudah memperkenalkan sanksi-sanski yang diberlakukan ke sektor perminyakan dan perbankan Iran. Tapi pada Jumat (3/10), pemerintah Trump tetap mengizinkan delapan negara untuk sementara waktu untuk membeli minyak dari Iran meski sanksi sudah mulai berlaku.

Baca juga, AS Ingin Menghapus Iran dari  Pasar Minyak Dunia.

Iran menjadi negara pengekspor minyak terbesar nomor tiga di dunia. Turki mengatakan, mereka telah menerima balasan dari AS atas permintaan pengabaian atas sanksi ini. Tapi mereka masih menunggu klarifikasi sampai pekan depan.

Sementara itu Menteri Perminyakan India  Dharmendra Pradhan mengatakan negaranya dan negara-negara importir minyak lainnya akan mendapat keuntungan jika mereka tetap diizinkan membeli minyak dari Iran.

Sanksi-sanksi internasional yang diterapkan kepada Iran banyak yang dicabut pada awal2016 lalu. Setelah mereka menandatangani kesepakatan dengan negara-negara maju pada tahun sebelumnya. Pada kesepakatan nuklir 2015 Iran setuju untuk menghentikan pengembangan program uranium mereka.

Tapi Trump menarik AS dari kesepakatan yang disetujui oleh Barack Obama tersebut pada Mei lalu.

Menteri Luar Negeri Iran Mohammed Javad Zarif telah berbicara melalui sambungan telpon dengan Kepala Bagian Luar Negeri Uni Eropa Federica Mogherini. Menurut kantor berita Iran, IRNA, Uni Eropa, Jerman, Swedia dan Denmark telah membicarakan tentang langkah-langkah untuk melawan sanksi AS ini.

Kepala Pasukan Garda Revolusi Iran Jendral Qassem Soleimani membalas ciutan Trump yang bergaya Games of Thrones. Trump mengungah gambar yang memuat foto dirinya dengan tulisan 'Sanctions are coming' (sanksi akan datang).  "I will stand againts you (saya akan melawan kamu)," tulis Soleimani di akun Instagramnya, dengan unggahan foto yang serupa.

Negara-negara penandatangan kesepakatan Iran 2015, yaitu Prancis, Jerman, Inggris termasuk Uni Eropa bersama Rusia dan Cina menyesali keputusan Trump memberlakukan kembali sanksi terhadap Iran. Kabarnya Uni Eropa tengah membuat mekanisme pembayaran di mana negara-negara yang mengimpor minyak dari Iran tidak menyalahi sanksi yang diberlakukan AS.  

Tapi mekanisme ini tidak dapat dijalankan sebelum awal tahun depan. Seorang diplomat senior Prancis mengatakan tidak ada cara agar mekanisme ini bisa berjalan sebelum akhir tahun 2018.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement