REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyebut serangan udara yang menargetkan bus sekolah di Yaman terjadi karena pasukan koalisi Saudi tidak memahami penggunaan senjata dengan benar.
Bus sekolah itu menjadi sasaran pada Agustus lalu. Setidaknya 51 orang tewas, termasuk 40 anak-anak. Sebagian besar berusia antara enam dan 11 tahun. Serangan dilakukan dengan menggunakan bom buatan AS.
"Serangan itu sebagai 'pertunjukan horor'," kata Trump dalam wawancara dengan Axios pada Ahad malam seperti dilansir the Guardian Senin (5/11). Namun dia menyebut bahwa serangan itu terjadi karena kesalahan penggunanya.
"Itu pada dasarnya orang-orang yang tidak tahu bagaimana menggunakan senjata. Saya akan berbicara tentang banyak hal dengan Saudi, tetapi tentu saja saya tidak akan menerima orang-orang yang tidak tahu cara menggunakan senjata yang menembaki bus dengan anak-anak," katanya.
Anak-anak di tengah konflik di Yaman.
Pada September koalisi pimpinan Saudi di Yaman mengakui serangan udara di bus itu adalah sesuatu yang tidak benar. Ia berjanji untuk meminta pertanggungjawaban siapa pun yang berkontribusi terhadap kesalahan tersebut.
Pengakuan Saudi ini terjadi menyusul meningkatnya tekanan internasional, termasuk dari sekutu, untuk berbuat lebih banyak dalam membatasi korban sipil di Yaman. Perang telah menewaskan lebih dari 10 ribu orang dan membuat krisis kelaparan.
Permintaan kepada negara-negara Barat, termasuk AS dan Inggris agar menghentikan penjualan senjata ke Arab Saudi telah meningkat sejak kematian jurnalis Jamal Khashoggi di konsulat Saudi di Turki.
Baca juga, PBB akan Gelar Perundingan Damai Yaman.
Beberapa pekan setelah Khashoggi menghilang, Trump mengatakan bahwa ia tidak ingin AS kehilangan kesepakatan perdagangan senjata dengan Saudi. “Kami bahkan tidak menyukainya sedikitpun. Tetapi apakah kita harus menghentikan perjanjian sebesar 110 miliar dolar AS. Saya sulit menerima hal itu," katanya.
Inggris mendukung seruan PBB agar koalisi Saudi dan Houthi mengakhiri pertumpahan darah di Yaman
Komentar Trump datang ketika Raja Salman bersiap untuk memulai tur dalam negeri selama sepekan pada Selasa. Ini adalah kunjungan domestik pertama bagi raja berusia 82 tahun itu sejak ia menjabat pada 2015. Raja dijadwalkan berkunjung ke provinsi Qassim dan Hail, keduanya berada di barat laut Riyadh.
Situs berita online Sabq mengatakan raja akan meresmikan program kesehatan, pendidikan dan infrastruktur.
Kunjungan ini dilakukan saat Arab Saudi menghadapi kecaman internasional atas pembunuhan Khashoggi di konsulat mereka di Istanbul pada awal Oktober lalu. Riyadh awalnya membantah terlibat dalam pembunuhan Khashoggi, tetapi kerajaan itu akhirnya mengakui pembunuhan Khashoggi dan mengidentifikasi 18 tersangka dalam kasus tersebut. Tidak jelas apakah Putra Mahkota Mohammed bin Salman, akan berpartisipasi dalam tur itu.