REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Parlemen Jerman mendesak Cina mengakhiri kebijakan represif terhadap Muslim Uighur di wilayah Xinjiang. Desakan itu muncul tidak hanya dari anggota parlemen koalisi pemerintah, tapi juga oposisi.
Green Party menuding Pemerintah Cina melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat terhadap Muslim Uighur. Hal itu merujuk pada dugaan adanya pemaksaan indoktrinasi politik dan pengawasan besar-besaran atas wilayah Xinjiang.
“Diperkirakan satu juta orang telah ditahan sewenang-wenang di kamp-kamp pengasingan di wilayah Xinjiang barat laut Cina,” kata anggota Green Party Margarete Bause dalam debat parlemen tentang situasi HAM di Xinjiang, dikutip laman Anadolu Agency, Jumat (9/11).
Ia mengkritik keras tindakan Cina yang mengekang kebebasan beragama di Xinjiang. “Beribadah dilarang, masjid dihancurkan. Tujuan dari semua tindakan ini adalah untuk secara sistematis menghilangkan budaya dan identitas minoritas Muslim di Xinjiang,” ujar Bause.
Anggota parlemen dari partai oposisi, Left Party, Stefan Liebich mengatakan, dugaan adanya penahanan terhadap satu juta orang di kamp-kamp pengasingan di Xinjiang tak dapat diterima. Ia dapat mengerti kekhawatiran Cina atas stabilitas dan ancaman terorisme di wilayah tersebut. “Tapi ini tidak bisa membenarkan pengawasan massal, kamp pengasingan, dan penyiksaan,” ucapnya.
Michael Brand, anggota parlemen dari Christian Democratic Union, yakni partai Kanselir Jerman Angela Merkel, berjanji bahwa Pemerintah Jerman akan terus mengemukakan masalah HAM, terutama terkait dengan kondisi Muslim Uighur, saat melakukan pembicaraan dengan pejabat-pejabat Cina.
Sebab menurutnya, isu tersebut memang perlu mendapatkan perhatian serius. “Dengan dalih perang melawan terorisme, penindasan brutal dan pelanggaran HAM terus berlanjut di Xinjiang,” kata Brand.
Partai koalisi pemerintah Jerman, Social Democrat Party (SPD), mendukung seruan agar Cina menutup kamp-kamp pengasingan di Xinjiang. “Ketika kami membaca laporan Human Rights Watch, kami mendapat kesan bahwa Xinjiang telah menjadi penjara terbuka,” kata anggota parlemen dari SPD Frank Schwabe.
“Kami ingin transparansi penuh, kami ingin memiliki kesempatan bagi semua badan PBB untuk dapat mengunjungi Xinjiang. Kami menyerukan kepada Cina untuk menutup kamp-kamp itu,” kata Schwabe menambahkan.
Dalam pertemuan universal periodic review yang digelar Dewan HAM PBB awal pekan ini, Cina membantah bahwa kondisi HAM di Xinjiang memburuk. Dalam pertemuan tersebut, cukup banyak negara anggota PBB yang menyorot masalah HAM di Xinjiang.
Jerman adalah salah satu negara yang menyorot isu tersebut dengan meminta Cina mengakhiri penahanan sewenang-wenang yang dilakukannya terhadap warga di Xinjiang. Sejumlah negara juga mendesak Cina agar mengizinkan pengamat PBB mengunjungi wilayah tersebut.
Namun Cina menilai, dalam pertemuan universal periodic review banyak negara yang mengabaikan pencapaian luar biasa negaranya dalam bidang HAM. Oleh sebab itu, Beijing tak dapat menerima kritik negara-negara atas apa yang terjadi di Xinjiang. “Kami tidak akan menerima tuduhan politik dari beberapa negara yang penuh dengan bias, dengan mengabaikan fakta. Tidak ada negara yang akan menentukan definisi demokrasi dan HAM,” kata Wakil Menteri Luar Negei Cina Le Yucheng, dikutip laman the Guardian, Selasa (6/11).
Cina telah dihantam gelombang kritik terkait kebijakannya untuk wilayah Xinjiang. Beijing dituduh menjalankan kamp-kamp pendidikan ulang guna mengikis nilai-nilai religus Muslim Uighur di sana. Menurut kelompok Human Rights Watch terdapat sekitar 1 juta Muslim Uighur di kamp tersebut. Dalam laporan yang diterbitkannya, HRW pun menyebut bahwa Muslim Uighur menghadapi pembatasan aktivitas peribadahan dan indoktrinasi paksa oleh Pemerintah Cina.
Namun semua tuduhan itu dibantah Cina. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina Geng Shuang mengklaim langkah-langkah yang diterapkan di Xinjiang bertujuan mempromosikan stabilitas, pembangunan, persatuan, sekaligus menindak separatisme etnis dan kegiatan kriminal teroris yang kejam.