REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Myanmar membantah tuduhan melakukan penembakan pengungsi Rohingya yang melintasi perbatasan Bangladesh dan Myanmar. Masalah ini meningkatkan ketegangan antara Bangladesh dan Myanmar menjelang pemulangan warga Rohingya ke Rakhine, Myanmar.
Perselisihan diplomasi antara Bangladesh dan Myanmar dimulai saat petugas penjaga perbatasan Bangladesh melaporkan terjadi penembakan. Dia melaporkan, warga Rohingya berusia 15 tahun yang mengungsi di Bangladesh ditembak pada bagian sikutnya pada 4 November 2018. Kemudian seekor sapi yang sedang makan rumput juga ditembak dari pos keamanan sehingga peluru melintasi garis demakrasi.
Bangladesh kemudian memanggil duta besar Myanmar untuk mengajukan protes atas penembakan tersebut. Tetapi pemerintah Aung San Suu Kyi mengatakan pihaknya telah menyelidiki tuduhan itu dan menyangkal penembakan itu pernah terjadi.
"Duta besar Myanmar segera menghubungi pejabat yang bertanggung jawab dari Penjaga Perbatasan Myanmar, petugas itu menegaskan tidak ada insiden penembakan yang terjadi," kata Kementerian Luar Negeri Myanmar pada Sabtu (10/11) malam, dilansir dari Arab News.
Myanmar mengatakan, pihaknya sedang melakukan patroli terkoordinasi dengan pasukan Bangladesh pada saat insiden penembakan yang dituduhkan. Patroli berlangsung di sepanjang Sungai Naf yang memisahkan kedua negara. Protes formal melalui jalur diplomatik berdasarkan laporan penembakan yang meragukan, menurut Kementerian Luar Negeri Myanmar itu tidak diperlukan.
Perdebatan telah mewarnai rencana pemulangan warga Rohingya ke Myanmar yang seharusnya dimulai pada 15 November 2018. Rencananya lebih dari 2.000 orang Rohingya akan dikembalikan ke Myanmar pada tahap pertama pemulangan. Setiap harinya akan dilakukan pemulangan terhadap sekitar 150 orang Rohingya.
Sebelumnya, sekitar 720.000 orang Rohingya meninggalkan rumah mereka di Rakhine, Myanmar. Mereka lari ke Bangladesh untuk mencari perlindungan dari tindakan keras yang dilakukan pihak mayoritas Myanmar pada Agustus 2017. Penyelidik dari PBB mengatakan, militer Myanmar harus diselidiki terkait genosida, penghapusan ras, pemerkosaan dan pembunuhan terhadap minoritas di Myanmar.
Sementara, warga Rohingya yang akan segera dikembalikan ke Rakhine di Myanmar ketakutan jika kembali ke negaranya tanpa jaminan kewarganegaraan, keamanan dan hak-hak dasar. Lembaga kemanusiaan di pengungsian juga menyampaikan, banyak warga Rohingya yang ketakutan dikembalikan ke Myanmar