REPUBLIKA.CO.ID, YANGON— Myanmar menyatakan kesiapan mereka memulangkan lebih dari 2.000 pengungsi Rohingya pada 15 November mendatang. Ini merupakan pemulangan kelompok pertama dari 5.000 orang yang akan dipulangkan berdasarkan kesepakatan bulan lalu antara Myanmar dan Bangladesh.
Tetapi lebih dari 20 orang yang masuk dalam daftar calon pengungsi yang dikirim Bangladesh mengatakan kepada kantor berita Reuters, mereka menolak kembali ke negara bagian Rakhine utara.
Sementara Bangladesh mengaku tidak akan memaksa siapapun untuk kembali ke Myanmar.
PBB juga mengatakan, kondisi belum aman untuk kembali, sebagian karena sebagian umat Buddha Myanmar telah memprotes pemulangan tersebut.
"Itu tergantung pada negara lain, apakah ini benar-benar akan terjadi atau tidak. Tapi kita harus siap dari pihak kita. Kita telah melakukan itu," Menteri Kesejahteraan Sosial dan Pemukiman Sosial Myanmar Win Myat Aye, dalam konferensi pers di ibu kota Yangon, Ahad (11/11). Pernyataan ini merujuk ke Bangladesh.
Win Myat Aye mengatakan persiapan telah dilakukan untuk 2.251 orang yang akan dipindahkan ke dua pusat transit dengan perahu pada Kamis mendatang. Sementara kelompok kedua sebanyak 2.095 orang dapat menyusul kemudian melalui jalan darat.
Setelah diproses pihak berwenang, mereka akan dikirim ke pusat lain tempat mereka akan ditampung, diberi makan, dan diminta membangun rumah melalui skema permodalan.
Mereka yang kembali hanya diizinkan melakukan perjalanan dengan kotapraja Maungdaw. Ini termasuk salah satu dari tiga mereka yang melarikan dan hanya bagi pemegang Kartu Verifikasi Nasional, sebuah dokumen identitas yang paling ditolak oleh Rohingya karena mereka dianggap sebagai orang asing.
Kominsioner Lembaga Repatriasi dan Kemanusian Bangladesh Abul Kalam berharap proses pemulangan bisa dimulai pada Kamis mendatang.
"Pengembalian akan bersifat suka rela. Tidak ada yang akan dipaksa kembali," katanya kepada Reuters.
Kedua negara sepakat pada pertengahan November untuk mulai memulangkan sebagian pengungsi Rohingya yang melarikan diri dari kekerasan tentara di Myanmar tahun lalu. Jumlah Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar sebanyak 700 ribu orang.
Menurut Rohingya, tentara dan umat Buddha setempat membantai keluarga, membakar ratusan desa, dan melakukan pemerkosaan kepada komunitas mereka. Penyelidik PBB menuduh tentara berniat melakukan genosida dan pembersihan etnis.
Myanmar menyangkal hampir semua tuduhan. Menurut pemerintah Myanmar pasukan keamanan memerangi teroris.
Myanmar mengatakan, tindakan Arakan Rohingya Salvation Army menyebabkan kekerasan itu terjadi.
Myanmar mengakui pembunuhan 10 orang Rohingya oleh pasukan keamanan di desa Inn Dinn.