REPUBLIKA.CO.ID, YANGON - Pemerintah dan warga Myanmar membela pemimpin mereka, Aung San Suu Kyi, setelah Amnesty International mencabut penghargaan yang telah diberikan kepadanya. Amnesty mencabut penghargaan itu karena ketidakpedulian Suu Kyi terhadap kekejaman yang dilakukan militernya terhadap Muslim Rohingya.
"Pencabutan (penghargaan) itu cukup kekanak-kanakan. Ini seperti ketika anak-anak bertengkar satu sama lain dan mengambil kembali mainan mereka," kata Khin Maung Aye (50 tahun), warga Yangon, dikutip Channel News Asia.
"Kami tidak membutuhkan hadiah mereka," tambah Htay Htay (60).
Di dalam negeri, Suu Kyi tetap merupakan pemimpin yang populer bagi seluruh rakyatnya dan bagi partainya, National League for Democracy. Partai itu berhasil memenangkan pemilu pada 2015 yang mengakhiri kekuasaan militer selama beberapa dekade.
Pencabutan penghargaan dari Amnesty tidak hanya merugikan martabat Suu Kyi, tetapi juga semua anggota National League for Democracy. Juru bicara partai, Myo Nyunt, mengatakan dia berpikir ini semua adalah bagian dari konspirasi yang lebih luas.
"Semua organisasi ini bekerja untuk orang-orang Bengali yang telah meninggalkan negara untuk mendapatkan kewarganegaraan," kata dia. Ia menggunakan istilah Bengali untuk Rohingya dan secara keliru menganggap mereka adalah imigran gelap dari Bangladesh.
Wakil Menteri Informasi Myanmar Aung Hla Tun mengatakan dia secara pribadi sedih dan kecewa dengan pencabutan penghargaan Amnesty. Menurutnya, Suu Kyi telah diperlakukan tidak adil. "Langkah seperti itu hanya akan membuat orang-orang lebih mencintainya," ujar Hla Tun.
Ambassador of Conscience Award diberikan Amnesty International pada 2009 kepada Suu Kyi dan beberapa penerima lainnya, termasuk Nelson Mandela, Malala Yousafzai, dan Ai Wei Wei.
"Hari ini, kami sangat cemas bahwa Anda tidak lagi mewakili simbol harapan, keberanian, dan pertahanan abadi hak asasi manusia," kata kepala Amnesty International Kumi Naidoo dalam sepucuk surat kepada Suu Kyi, yang dirilis oleh organisasi tersebut.
"Amnesty International tidak dapat membenarkan status Anda yang berkelanjutan sebagai penerima penghargaan Ambassador of Conscience dan dengan sangat sedih kami menariknya dari Anda," tambah dia.
Reputasi internasional Suu Kyi sebagai pejuang hak asasi manusia (HAM) telah tercabik-cabik. Langkah Amnesty untuk mencabut penghargaan itu adalah langkah terbaru dalam serangkaian pencabutan penghargaan terhadap Suu Kyi yang banyak dilakukan sejumlah lembaga.
Kanada mencabut kewarganegaraan kehormatan bagi Suu Kyi bulan lalu. Museum Holocaust Amerika Serikat (AS) pada Maret lalu juga mengambil kembali penghargaan Elie Wiesel yang telah diberikan kepada Suu Kyi.
Lembaga-lembaga yang pernah memberikan gelar kehormatan kepada Suu Kyi dengan cepat menariknya kembali. Mereka menjauhkan diri dari seorang pemimpin yang mereka anggap tidak berbuat banyak dalam menghadapi tuduhan genosida dan pembersihan etnis terhadap minoritas Rohingya.
Suu Kyi telah menjadi ikon demokrasi setelah memelopori gerakan oposisi terhadap junta militer yang ditakuti di Myanmar. Dia telah menghabiskan waktu 15 tahun di bawah tahanan rumah sebelum pembebasannya pada 2010.
Dia belum mengomentari keputusan Amnesty, tetapi selama ini ia selalu mengabaikan pertanyaan tentang pencabutan penghargaan terhadapnya. Seruan untuk mencabut Hadiah Nobel Perdamaian yang telah diberikan Suu Kyi pada 1991 telah ditolak oleh komite yang mengawasinya.
Lebih dari 720 ribu warga Rohingya terdampar di perbatasan ke Bangladesh dalam aksi kekerasan yang dimulai pada Agustus 2017. Para pengungsi memberikan kesaksian mengerikan tentang pembunuhan, perkosaan, penyiksaan, dan pembakaran.
Penyelidik PBB telah menyerukan para jenderal Myanmar untuk dituntut karena dugaan genosida. Mereka juga menuduh pemerintahan Suu Kyi terlibat, meskipun telah berhenti menyerukan agar dia diseret ke pengadilan.