REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mendesak Perserikaatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menghentikan konflik berdarah yang terjadi di Kota Hudaifah, Yaman. Ketua Umum PBNU, KH Said Aqil Siroj juga mengecam segala bentuk tindak kekerasan yang terjadi di negara Jazirah Arab tersebut.
"Mendesak PBB untuk berinisiatif melakukan mediasi agar tercipta suatu keadaan yang kondusif di Yaman serta agar tumbuh kembali sebagai negara yang berdaulat yang mensejehterahkan rakyat," ujar Kiai Said, Rabu (14/11).
PBNU telah mencermati peristiwa bentrokan yang terjadi antara loyalis pemerintah Yaman dengan Kelompok Pemberontak Houthi di Kota Hudaidah. Sampai saat ini, bentrokan tersebut telah menelan korban kurang lebih 142 jiwa, termasuk anak-anak dan perempuan.
Karena itu, Kiai Said mengecam segala bentuk dan tindak kekerasan, termasuk di dalamnya adalah perilaku menyerang pihak-pihak yang dianggap berbeda. "Perilaku kekerasan bukanlah bukan merupakan ciri Islam yang rahmatan lil alamin," ucapnya.
Sementara itu, Sekjen PBNU Helmy Faishal Zaini menjelaskan bahwa perdaiman, kebebasan, dan toleransi adalah prinsip utama dalam menjalankan kehidupan di samping prinsip Maqaasid Syariah yang terdiri dari hifdud din wal aql (menjaga agama dan akal), hifdzul nafs (menjaga jiwa), hifdun nasl (menjaga keluarga), dan hifdul mal (menjaga harta) dan hifdhul irdh (menjaga martabat).
"Kelima prinsip tersebut merupakan prinsip utama yang harus ditegakkan di manapun bumi dipijak," katanya.
Helmy mendorong agar pemerintah Indonesia juga mengambil langkah diplomatis dan ikut andil dalam upaya menciptakan perdamaian di Yaman. Menurut dia, upaya ini penting dilakukan sebagai bagian dari tanggungjawab Internasional yakni turut berperan dalam usaha menciptakan perdamaian dan keamanan dunia.
"PBNU juga mengajak kepada masyarakat internasional untuk bersama-sama menggalang bantuan kemanusiaan bagi masyarakat Yaman," ujarnya.