REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Burma Human Rights, Kyaw Win mengatakan pemulangan atau repatriasi etnis Rohingya ke negara bagian Rakhine, Myanmar dikhawatirkan akan menciptakan situasi yang semakin berbahaya bagi kaum minoritas itu.
Pemimpin lembaga yang bermarkas di London, Inggris itu mengatakan hal tersebut terkait rencana pemerintah Bangladesh untuk merepatriasi pengungsi dari Rakhine yang kini tinggal di penampungan di Cox's Bazar. "Selama mereka belum diberikan status kewarganegaraan yang jelas, dan pihak yang bertanggung jawab belum diadili, maka keadaan di sana masih sangat berbahaya untuk mereka datangi kembali. Mereka membutuhkan perlindungan," ujarnya seusai diskusi panel bertajuk "Ungkap Fakta Pelanggaran HAM Berat Pemerintah Myanmar atas Etnis Rohingya" di Auditorium Adhyana, Wisma Antara, Jakarta, Rabu (14/11).
Bahkan menurut dia, apabila repatriasi tersebut tetap dilakukan, hal itu akan menjadi bentuk gagalnya misi kemanusiaan. Terhitung Agustus lalu, jumlah warga etnis Rohingya yang telah meninggalkan Rakhine ke Cox's Bazar, Bangladesh, telah mencapai 725 ribu jiwa.
Warga Rohingya berdoa.
Pada Agustus 2017, sebanyak 700 ribu warga Rohingya meninggalkan Myanmar untuk menyelamatkan diri dari "Operasi Pembersihan" di Rakhine. "Mereka mengalami trauma yang sangat berat. Mereka telah menyaksikan dengan mata mereka sendiri berbagai tindak kekerasan dan kriminal yang terjadi. Tentu tidak akan mudah bagi mereka untuk kembali ke Myanmar begitu saja," ujarnya.
Ia mengaku sempat melakukan percakapan dan wawancara dengan beberapa pengungsi Rohingnya di Cox's Bazar. "Mereka mengaku lebih baik bunuh diri daripada kembali ke Rakhine dengan kondisi saat ini. Akan menjadi keputusan yang sangat salah dan tidak etis untuk mengirim mereka kembali ke sana sekarang ini," ujarnya.
Penundaan repatriasi etnis Rohingya juga digarisbawahi oleh perwakilan Indonesia di Komisi HAM ASEAN atau ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR) Dinna Wisnu. "Agenda repatriasi itu harus ditunda sampai situasi sudah kondusif dan para pelaku telah diminta pertanggungjawaban. Kalau tidak, Myanmar akan menjadi semakin imun," ujarnya.